Sepotong Rindu diujung "Maaf"

Sepotong Rindu diujung "Maaf"

Untukmu.........
Yang berani berkata jujur walau akhirnya rasa "Benci" yang Kau dapat. Selamat! Akhirnya kita pernah merasakan hal yang sama. Tetap tenang dan teruslah berjuang untuk sepotong maaf. Sebab kata "Maaf" tak selamanya harus dibawa pergi. Percayalah bahwa mereka yang pernah berkata: "biasakan untuk tidak menyakiti hati orang lain sebab kata maaf tak selamanya dapat menyembuhkan hati yang terluka" hanyalah mitos yang terkadang menjadi fakta bagi sebagian orang yang tak ingin berjuang demi sepotong maaf dan tenggelam dalam rasa bersalah walau dalam hati tak mendukung bahwa sepenuhnya ia bersalah. Entahlah, hati hanya bisa menyangka, tapi waktu yang menentukan luka. Tepat saat Kau mengungkapkan rasa, disitu pula akhirnya Kau dapatkan "Rasa Benci" yang tak beralas.


UNTUKMU YANG TAK PERNAH KUMILIKI TAPI SEMPATKAN DIRI MEMBENCI......
Selamat berjumpa kembali pada derasnya kehidupan yang kita tinggalkan hingga akhirnya mampu membuat kita lari dari Kenyataan karena ia tak selalu sejalan dengan harapan. Apa kabarmu dan kehidupanmu? Kuharap Kau dan kehidupanmu baik-baik saja. Boleh aku mengatakan sesuatu? Hanya sedikit saja. Mungkin bisa membantuku untuk meringankan beban pikiraanku karena tanpa terasa kita sekarang berjalan bagai seorang yang tak pernah saling mengenal.Yah, itulah kita sekarang.


Kau mungkin lupa, situasi yang menyakitkan mampu berubah lewat kata-kata. Hingga nantinya kau berganti menerka kemungkinan dari kenyataan setelah berpijarnya rindu dalam terbit kehilangan. Dan Kau mungkin tak sadar dan tak akan pernah mau menyadari bahwa nadiku telah bergetar saat Aku mengatakan hal yang menurutmu itu salah namun sebenarnya adalah sebuah kewajaran bagiku. Dan pada akhirnya aku lupa bahwa ternyata semua ini tidak sesuai ekspektasi. Sudah lama sekali rasanya kita berada pada deretan kertas kosong yang enggan untuk kita isi kembali sebagai seorang yang pernah saling kenal. Mungkin karena Aku sedang dalam tahap berproses pada derasnya keegoisanku. Yah, setidaknya Aku ingin merubah apa yang seharusnya salah padaku dan mungkin kesalahpahamanmu tentang arti kata yang pernah kuucapkan padamu.


Aku hanya bisa menerka-nerka, seberat apa sih kesalahanku dulu sehingga dengan mudahnya Kau membenciku? Apakah hanya karena Aku bilang "Aku suka kamu" tetapi karena Kau menyukai yang lain lantas Kau membenciku? Atau karena Aku bukan yang seharusnya mengatakan hal itu karena Kau mengharapkan DIA? Salahkah Aku menyayangimu? Ah, semestinya Aku tak harus menanyakan pertanyaan bodoh seperti ini. Tapi Aku harus mengatakannya karena kata orang KITA (sebenarnya Aku) tidak akan pernah tahu bagaimana bisa terjatuh dan rasanya sakit kalau kita belum pernah terjatuh hingga tersakiti. Memangnya Aku tersakiti? TIDAK. Sebab ketika Aku melihat senyummu, Aku berharap luka ini hanya fana karena nyatanya Aku memang bukan siapa-siapa.


Ah, sudahlah.....
Aku tak ingin menjadikanmu sebagai nasumber atas pertanyaan bodoh itu. Sebab tujuanku menggores lembaran ini bukanlah tentang pertanyaan itu. Aku hanya ingin agar Kau tahu bahwa dulu Aku pernah benar-benar menyayangimu. Alasanku waktu itu sederhana saja "KARENA KAU MEMANG PANTAS UNTUK DICINTAI". Entahlah rasa itu masih ada hingga kini atau telah pudar ditelan sang waktu. Setidaknya Kau pernah membiarkan Aku untuk mencintaimu dengan sederhana walau Kau tak menyadarinya. Bahkan ketika Kau menyadarinya Kau seakan-akan tak mengetahuinya. Dan Aku tahu itu. Semuanya. Termasuk kepura-puraanmu membenciku layaknya anak kecil.



Mungkin sosok sepertimu tak akan pernah mau peduli akan hati yang teraniaya oleh rasa bersalah hanya karena ia tega berkata jujur. Hati yang terlanjur jatuh saat Kau tolak dengan perkataan manismu yang menyiksa batin. Hati yang terlanjur patah saat ia baru saja mengepakkan sayapnya menuju hatimu. Ah, sudahlah! Aku muak mengatakan ini. Aku hanya ingin dan berharap Kau tahu tentang ini. Tentang rasa itu. Rasa sakit yang tidak pernah Kau tahu.
Tapi senyuman itu...........
ya senyuman itu masih selalu menenangkanku.
Aku cuma rindu.



Mungkin sosok sepertimu tak akan pernah mau peduli akan hati yang menyendiri. Hati yang tumbuh oleh mendung yang menjadikannya mampu mengelola kecewa. Hati yang terlampau subur untuk sekedar kau ganggu lewat jejak kecil yang tak seberapa. Hati yang entah bagaimana terus merasa bersalah atas ungkapan yg pernah berlalu. Entahlah........
Aku hanya bisa  bahagia bila melihat senyummu dikejauhan. Tapi nyatanya, bukan Aku yang KAU banggakan. Bukan Aku yang KAU ceritakan sebagai orang yang KAU sayang. Yang Kutahu, KAU hanya menganggap Aku ada tanpa melihat keberadaanku.



Mungkin sosok sepertimu tidak akan pernah mau peduli akan hati yang tersakiti oleh karena rasa benci yang Kau bebankan. Hati yang mudah tergoda oleh paket spesial senyum manis sehangat mentari yang Kau tebarkan. Hati yang mudah luluh oleh keceriaan yang kau titipkan lewat rintik hujan dikala senja, menyatu sempurna dengan aroma kopi yang kehilangan irama. Ini bukan cerita tentang kopi yang setelah kuteguk, ampasnya langsung kelihatan. Juga bukan tentang kita. Sebab kita tidak pernah menjadi "KITA". Ini  cerita tentang hati yang teraniaya oleh rasa yang seharus KAU tahu. Ah, kini kata-kataku terkesan memaksa.
Yah......
Kuakui itu benar. Aku masih berharap padamu.


Ketahuilah bahwa terkadang Aku butuh waktu lebih dari sekedar cukup hanya untuk menyadari tentang pilihanmu membenciku kala itu adalah benar. Karenanya Aku lebih memilih untuk mengendapkan perasan ini tanpa pernah berharap kau genapkan. Sebab Aku memang tak layak untuk sedikit berharap padamu. Aku bahkan pernah berfikir untuk membiarkan diri kita seperti yang sekarang (saling membenci dalam tanda petik "hanya Kau saja yang membenciku. Bukan KITA"). Sebab saling bertukar sapa bukanlah pilihan yang bagus. Intinya aku mencintaimu dan itu salahku.



Biarlah semuanya lenyap karena nanti rindu akan menjawabnya (Entahlah, mungkin hanya Aku saja yang rindu). Anggap saja Kau tak pernah mengenalku waktu itu. Dan kini KITA (sebenarnya bukan kita, tapi Aku) berkenalan lagi sebagai insan baru agar Aku dapat menyapamu sebagai seorang yang baru Kau kenal tapi dengan rasa lama saat tak ada rasa benci yang terlintas dihatimu. Karena hanya itulah satu-satunya kesempatan yang entah bagaimana cara agar Aku bisa merasakan hangatnya senyummu.



Maaf ….....
Aku tak bermaksud mengusikmu apalagi menggangu hidupmu melalui tulisanku ini. Namun karena Aku telah membicarakan senyummu dikeindahan yang telah hilang. Maka sudah sepantasnyalah Aku meminta maaf sekali lagi atas kesalahanku pada masa lampau sebab Aku hanyalah serpihan kisah masa lalumu yang tak pernah menjadi bagian darimu namun masih berharap suatu saat nanti terjadi keajaiban. Atas nama rindu, kuucapkan "Terima kasih pernah datang, lalu menghilang. Terima kasih pernah ada, lalu tiada. Terima kasih pernah menghibur, lalu kabur. Terima kasih pernah meninggikan harap, lalu menjatuhkan. Terima kasih pernah mendekat, lalu menjauh. Terima kasih pernah peduli, lalu tak acuh. TERIMA KASIH". Dan yang terakhir, "maaf, Aku Rindu kepadamu".


Ini hanya rindu. 
Rindu tentangmu, 
tentang masa lalu yang pernah "hampir" terjadi.



Comments

Popular posts from this blog

Menggali Akar Kekerasan Seksual di Waingapu: Normalisasi Konten Seksis di Media Sosial sebagai Pemicu yang Terabaikan?

NATAL TANPAMU (MAMA PAPA)

Membaca BELIS sebagai Suatu Kemarahan