Buah Nahu, tapi Bukan Buah Sekarang
Ini kali ke sekian saya berkunjung ke Desa Napu, Kecamatan Haharu. Namun, untuk menulis lebih jauh tentang Napu, barangkali ini baru yang kedua. Saya awali tulisan ini dengan sebuah cerita singkat, tentang apa yang membawa saya ke desa ini.
Tiga hari sebelum hari ini, saya melihat status WhatsApp seorang teman yang berasal dari Desa Napu. Ia mengunggah foto buah-buahan yang berwarna merah kehitaman. Dalam caption singkatnya, ia hanya menulis gambar buah berwarna merah.
"Buah apa ini dem nama, ibu guru? Macam saya penasaran dem rasa. Kemarin ada teman pulang dari Napu, story ini juga," tanya saya sambil menjelaskan bahwa saya pernah lihat buah ini dalam story teman yang lain.
'Buah Nahu, kaka."
"Dem bahasa Indonesia apa? Biar saya coba cari di google. Tidak ketemu kalo cari buah nahu di google."
"Saya tidak tahu juga, kak. Saya taunya buah Nahu saja na."
Namanya Wua Nahu. Kalau diterjemahkan lurus ke dalam bahasa Indonesia, artinya Buah Sekarang. Buah Nahu, tapi bukan buah Sekarang. Kata orang-orang Napu yang saya jumpai, ketika minta keterangan soal buah ini, jawaban yang saya dapat adalah, ini buah keramat.
Saya masih penasaran dengan buah ini, lalu melanjutkan pertanyaan saya pada teman yang tadi. "Ada sementara musim sekarang? Sabtu nanti pas kegiatan saya coba minta di bapa Desa atau di mama Rambu."
"Ada musim, Kaka. Tapi di hutan yang ada dekat tanjung sana dem tempat, kaka."
H-1 sebelum berangkat ke Desa Napu, saya pastikan lagi soal buah ini. Kebetulan, teman yang saya tanyai dahulu mengunggah status WhatsApp. "Di mama masih ada kayaknya, Kaka," katanya menjelaskan. Pada hari H keberangkatan ke Desa Napu, dalam sebuah perjalanan di persimpangan jalan Kadahang, saya menghubungi mama Rambu Te.
"Mama, masih ada buah Nahu ko? Kemarin saya lihat ibu Rambu Shintani story, macam saya penasaran bagaimana rasanya." Layaknya seorang ibu yang selalu menuruti keinginan anaknya, mama Rambu membalas dengan sepotong kalimat, "oke siap, nak." Singkat, padat dan yang jelas buah Nahu sudah disiapkan hehe.
Saat tiba di Napu, kami berkegiatan seperti biasa. Pada siang hari, saat terik matahari sudah di atas kepala, selepas makan siang, kami pun disuguhi buah Nahu. "Ini untuk cuci mulut," kata seorang ibu yang memberikan buah Nahu ini kepada kami. Tidak tunggu lama, buah Nahu yang baru saja disimpan di atas meja, habis seketika. Saya tidak bisa menjelaskan soal rasa makanan ini. Namun, rasa-rasanya saya pernah makan.
Di rumah, saat saya memberikan buah Nahu pada ponaan saya, ia tiba-tiba berkata, "kayak buah Kom na." Ah, saya jadi ingat sekarang. Buah Nahu kalau didefinisikan, rasanya seperti buah Kom (Ziziphus mauritiana). Untuk membuktikan hipotesis saya soal rasanya yang seperti buah Kom, saya berikan pada tiga anak Taman Baca Kilimbatu. Serentak mereka berkata rasanya seperti buah Kom atau Wua Kalangga.
Saya berusaha mencari nama lain dari buah Nahu ini. Dalam penelusuran, saya menemukan beberapa nama buah yang rasanya bila saya lihat hampir mirip dengan buah Nahu ini. Yang pertama ada buah Rukem (Flacourtia rukam) yang menurut Mbah Google, rasanya asam dan sering dibuat manisan atau rujak. Sekilas memang mirip, tapi bijinya tidak sama. Karena itu, saya kira buah Nahu bukan buah Rukem. Lalu ada buah Lobi-lobi (Flacourtia inermis) yang lagi-lagi menurut hasil penelusuran saya, buah ini rasanya asam dan sering dibuat manisan, sirup, atau rujak. Namun, Sawo Kecik termasuk dalam suku Sawo-sawoan (Sapotaceae), sedangkan rukem dan lobi-lobi termasuk dalam genus Flacourtia. Kemudian yang terakhir, ada buah Sawo Kecik (Manilkara kauki) yang rasanya manis, kadang sedikit sepet. Buah Sawo Kecik ini yang paling mirip, mulai dari warnanya hingga bijinya. Hanya saja, yang saya lihat di Napu, bentuknya tidak lebih lonjong dari yang saya lihat di google.
"Buah Nahu adalah buah langka yang hanya ditemukan di Desa Wunga dan berbuah setahun sekali," begitu bunyi salah satu sumber yang saya temukan ketika saya menelusuri buah Nahu ini. Buah Nahu berasal dari hutan Desa Napu (sekarang Wunga), Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur. Saya berkali-kali mengkonfirmasi buah ini di beberapa orang. Dan, kau tahu? Satu jawaban yang saya dapat cukup mencengangkan. "Ini Buah Keramat."
Di sinilah yang membuat saya makin tertarik dengan kisah yang menyertai buah ini. Barangkali, oleh orang-orang seperti saya ini, akan menyebut cerita yang diceritakan oleh orang Napu yang saya temui adalah mitos. Sebab, konon katanya, kalau ingin memetik buah ini, tidak boleh bersuara, tidak boleh sebut warna merah, tidak boleh berkata "saya haus" jika kamu sedang haus dan beberapa mitos lain yang menyertainya. Saya percaya ini mitos, tapi menurut 3 perempuan dan 1 laki-laki yang saya tanya secara terpisah di Napu kemarin, pernyataan mereka selalu sama. Jadi curiga yang bilang mitos ini hanyalah orang-orang yang tidak mengalaminya langsung seperti saya
"Misalnya, saya bilang haus begitu, semua yang ada di situ harus minum. Kecuali kalau misalnya saya haus, saya langsung minum, jangan omong," kata seorang ibu. Solusinya kalau haus bagaimana? Jangan pernah berkata, "saya haus." Ketika seseorang haus saat ketika pergi memetik buah Nahu, ia bisa menggunakan kata lain. Maringu la nggoru, yang dalam bahasa Indonesia berarti dingin di leher.
"Sama juga kalau misalnya saya omong bilang anjing semua dong tidak ada lagi baku ipar seandainya kalau kita tidak pergi. Semua sama sudah ikut kata-kata itu, maki juga begitu," sambung ibu yang lainnya.
Saya berusaha mencari tahu mengapa hal ini terjadi, namun karena tempatnya jauh, jadinya saya mengkonfirmasi pernyataan mereka pada orang yang berbeda. Lalu bagaimana kalau kita melanggar?
Ada kepercayaan bahwa, jika melanggar aturan tidak tertulis ini, yang dipercayai secara turun temurun oleh masyarakat Desa Napu (dan Wunga) di Haharu, maka buah yang dipetik ini akan berubah warna merah kehitaman. Ada banyak pantangan yang harus ditaati. Namun, saya belum mendapatkan jawaban atas konsekuensi logis kepada manusia selain yang terjadi pada buah Nahu itu.
"Ini buah keramat, tapi dia punya manis sampai di hati," kata mama Rambu Te. Untuk memperoleh buah ini, harus jalan pada saat petang dan pulang subuh atau dini hari agar tidak bertemu dengan orang di jalan. Orang-orang yang pergi memetik buah ini juga tidak boleh bicara sembarang. Begitu juga dengan tertawa.
"Jadi kalau orang yang suka tertawa seperti kita ini, tidak bisa sudah kalau pergi ke sana. Terus baru berkokok ayam saja tidak bisa memang, jadi dia tunggu di belahan gunung sana. Akses motor saja setengah mati memang, kecuali dengan kuda baru bisa."
Buah Nahu adalah buah yang menarik. Langka dan orang-orang dalam beberapa postingan Facebook saya mengatakan, ini adalah buah masa kecil. Sebab jarang sekali mereka makan buah ini, saking langkanya. Orang-orang yang memetik buah ini mesti mengeluarkan tenaga ekstra, sebab medannya yang tidak mendukung. Belum termasuk pandangan-pandangan lain yang harus ditaati.
Sepertinya saya harus akhiri tulisan ini. Btw, ada yang tahu nama buah ini dalam bahasa Indonesia, selain yang saya sebutkan di atas? Kalau tidak tahu, mari kita sama-sama sepakat menyebutnya Buah Sekarang ðŸ¤
Comments
Post a Comment