Hanya Teman. T. E. M. A. N.
![]() |
"Barangkali Kau butuh waktu untuk berpikir lagi. Itulah mengapa aku mau menunggumu. Meski aku tahu bahwa aku tidak akan menjadi siapa-siapamu." |
"Ceritaku berawal ketika aku curhat padanya, menceritakan tentang orang yang sedang kusukai saat itu," kata temanku ketika kutanya kenapa dia segalau ini.
"Lama-lama perasaan ini menggelunjak. Pengennya selalu ada," lanjutnya lagi. Aku jadi terharu mendengar pernyataannya, sebab aku pernah merasakan hal yang sama. Awalnya jadi teman curhat. Lama-lama timbul perasaan. Kemudian ditinggalkan.
"Arhhhh sebangsat inikah perasaan?" Katanya lagi dengan penuh emosi. Tapi Aku melihatnya dari sisi yang berbeda. Itu merupakan luapan kekecewaannya pada dirinya sendiri. Yah, mungkin. Perasaan yang tak berbalas. Berharap tapi tak diharapkan. Barangkali itu yang dirasakannya saat ini.
Begitulah cinta. Terkadang ia tak seindah yang kita bayangkan. Ketika kita mulai mencintai seseorang yang salah, maka bersiapkan berakhir dengan sesuatu yang salah pula.
"Sudahlah!!! Jangan terlalu menspecialkan seseorang yang bukan siapa-siapamu. Nanti kau terluka," jawabku sekenanya saja tanpa dimintai saran. Dia terdiam. Lalu menatapku dalam-dalam kemudian menunduk.
"Entah aku ini bodoh atau apa. Berulang kali tersakiti, tapi tetap mencintainya," suaranya terdengar paruh. Sepertinya kata-kataku tadi menjadi cambukan baginya.
"Hahaha barangkali mentalku hanya sebatas mengagumi aja, yah," katanya katanya lagi sambil ketawa. "Mengagumi tanpa dicintai" sambungnya lagi dengan pelan. Tapi masih terdengar jelas ditelingaku.
Mungkin ia terpaksa. Berpura-pura tertawa. Hanya sekedar terlihat tegar dihadapanku. Kemudian sambil memegang tangannya, Aku menasihatinya "You have to remember this: Don't over expectation. People make their own heartbreak due to their high expectation." So inggris banget gue yah wkwkwkwkwkw. Tapi yasudahlah. Entah Dia mengerti atau tidak, itu urusan dia dengan hatinya.
"Barangkali kau butuh waktu untuk berpikir lagi. Itulah mengapa Aku mau menunggumu. Meski aku tahu bahwa aku tidak akan menjadi siapa-siapamu." Tiba-tiba pikiranku terganggu oleh secercah kalimat yang muncul dengan sendirinya dibenakku. Dan diucapkan lagi oleh hatiku. Ditujukan kepada siapa? Entahlah, kan kuceritakan padamu suatu saat nanti. Setelah aku sembuh atau saat aku merasa bahwa rasa yang tepat di waktu yang salah ini telah bosan menggerogoti jiwaku. Melenyapkan sebuah nama dihatiku.
Harus kuakui bahwa aku tidak dapat memulihkan luka yang tidak aku akui. Luka yang kubuat sendiri. Yang perlahan menancapkan belati tepat dijantungku. Kemudian merenggut hatiku dan membawanya pergi lalu meninggalkannya dipadang sabana nan tandus dan berduri. Tanpa tujuan, tanpa arah. Dibiarkannya mengembara sendiri. Terpenjara sepi, dan pada akhirnya kunikmati sendiri.
"Mikirin apa sih John?"
Buarrrrrrr. Lamunanku pecah. Terganggu. Dan hilang. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara yang tak asing bagiku. Suara itu.....
"John! Kamu kenapa?" suara halusnya terdengar makin keras. Ah aku lupa. Ternyata sedari tadi aku sedang melamunkan kisahku.
"Untung saja aku diteriaki. Kalau tidak, bisa-bisa aku terbuai oleh lamunanku sendiri," celotehku dalam hati sambil menggaruk kepalaku yang tak gatal.
"Ah, tidak," jawabku berusaha mengelabui. Berharap agar Ia tidak bertanya macam-macam tentang apa yang sedang kupikirkan.
"Pernah mengalami hal yang sama?" ia bertanya seakan tahu apa yang sedang berkecambuk dipikiranku.
"Pernah," jawabku singkat.
"Lalu?"
"Yah... begitulah. Awalnya ada perasaan lama-lama cuma jadi tempat curhatan. Anjir, kan?" jawabku penuh kekesalan. Kalimat terakhir lebih keras kuucapkan.
"Mikirin apa sih John?"
Buarrrrrrr. Lamunanku pecah. Terganggu. Dan hilang. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara yang tak asing bagiku. Suara itu.....
"John! Kamu kenapa?" suara halusnya terdengar makin keras. Ah aku lupa. Ternyata sedari tadi aku sedang melamunkan kisahku.
"Untung saja aku diteriaki. Kalau tidak, bisa-bisa aku terbuai oleh lamunanku sendiri," celotehku dalam hati sambil menggaruk kepalaku yang tak gatal.
"Ah, tidak," jawabku berusaha mengelabui. Berharap agar Ia tidak bertanya macam-macam tentang apa yang sedang kupikirkan.
"Pernah mengalami hal yang sama?" ia bertanya seakan tahu apa yang sedang berkecambuk dipikiranku.
"Pernah," jawabku singkat.
"Lalu?"
"Yah... begitulah. Awalnya ada perasaan lama-lama cuma jadi tempat curhatan. Anjir, kan?" jawabku penuh kekesalan. Kalimat terakhir lebih keras kuucapkan.
"Nggak perlu maki seperti itu juga kali, John," katanya ikut kesal. "Udah tahu nggak ada kesempatan , masih aja berharap mendapatkan. Bangun John, tidurmu kelamaan," lanjutnya lagi. Lama-lama kesalku bertambah juga setelah mendengar perkataannya.
"Hmmm," belum sempat terucap kata-kataku, tiba-tiba dia memotong: "Btw, siapa sih orang yang kamu suka itu? Penasaran Aku," potongnya.
Rasanya inginku lakban saja mulutnya. Belum juga Aku sempatkan diri bicara, eh udah dipotongnya.
"Mau tahu dia itu siapa? tanyaku. Tapi dalam hati tidak ingin menceritakan siapa dia padanya.
"Iya. Mau tahu. Ceritain dong. Siapa tahu aku bisa bantu kamu," katanya menimpali.
"Okay. Dengarkan baik-baik. Dan jangan bicara satu kata pun selama aku bercerita."
"Okay," jawabnya penuh antusias. Berharap rasa ingintahunya segera terobati.
Begini:
Hingga aku menceritakan kisah ini adalah karena ini merupakan sebuah perjalanan menghapus luka. Sebuah luka yang tercipta dengan sendirinya. Tanpa mengapa, tanpa tetapi. Namun, terus bertumbuh dan bertambah hari demi hari hingga membentuk lubang di hati. Antara luka dan rindu. Antara maaf dan terima kasih.
Sebuah cerita tentang penyesalan di mana kau akan merindukan sosok yang selalu hadir dinyatamu, meski hadirnya hanya melalui dunia maya, sebuah cerita di mana kau akan enggan menulis kata-kata rindumu untuknya, sebab egomu lebih besar. Sebuah cerita di mana kau akan dirasuki rasa rindu yang begitu kuat, tapi kau tak mampu mengungkapkannya hanya karena gengsi. Dan sebuah cerita di mana kau akan terpenjara oleh sepi tanpa setitik rindu meski sebenarnya rindu adalah koma yang takkan menghentikan kalimat tentang kau dan aku, tentang kisah kita.
Sebuah cerita di mana rasa itu berawal dari saling curhat lama-lama jatuh hati. Luluh tak berdaya dibuainya. Kemudian, mulai pergi menghilang tanpa kejelasan. Hingga akhirnya tersadarkan oleh mimpi bahwa kau bukanlah siapa-siapanya. Hanya akan menjadi seorang teman yang katanya "seorang pendengar yang baik".
Mungkin sosok sepertinya tidak akan pernah peduli tentang perasaanmu yang kian mengembara mencari kejelasan atas kisahmu. Mungkin sosok sepertinya tidak akan pernah peka akan perasaanmu meski dalam hati ia merasa bahwa kau menyukainya. Dan mungkin sosok sepertinya tidak akan pernah tahu bahwa diam-diam ada rasa dalam nadimu yang mengalir begitu cepat tatkala ia bercerita padamu. Sungguh, sosok sepertinya hanya akan tahu bahwa kau "hanya sekadar peduli padanya" karena kau dianggap temannya. Sedangkan dia, dia sibuk mempedulikan orang lain. Yang Dia tahu, kau hanyalah tempat baginya untuk mencurahkan segala keluh kesah juga sakit hatinya, setelah Ia bahagia dengannya, kau kan kembali menjadi dirimu. Merasa sepi. Dan sendiri.
"Ini beneran kisahmu, John?"
"Ini beneran kisahmu, John?"
"Iya, kenapa emangnya?"
"Apakah kamu merasakan sakit hati ketika dibuatnya begitu?"
"Ya... mau gimana lagi, namanya juga hati, udah hati-hati, masih aja bisa sakit hati. Lagian ngarepin orang tapi orangnya nggak ngerti kalau diharepin, ya PERCUMA."
"Bener juga sih. Yang baper orangnya, eehhh yang disalahin malah hati. Kayaknya hati ini laki laki deh, salah mulu wkwkwkwk."
"Kata-kata terakhirmu kok aku rasanya kayak gimana yah? Seakan lelaki diciptakan untuk salah dihadapan wanita. Aduuuhhh!!!"
Sejenak ada hening yang menyelimuti malam kami. Kemudian kami pun tertawa bersama. Sungguh suatu malam yang indah.
Malam semakin larut. Tak terasa jam menunjukkan pukul 02.30 am.
"Waaaahhhh, udah pagi rupanya. Yuk kita pulang!" Katanya.
"Waaaahhhh, udah pagi rupanya. Yuk kita pulang!" Katanya.
"Yaudah, yuk! Besok harus ke kampus," jawabku.
Ketika beranjak pergi, dari kejauhan aku diteriaki "come on John, apakah kau tahu bahwa dia juga mencintaimu?"
"Tidak," jawabku singkat. "Setidaknya aku mencintainya," lanjutku lagi. Kemudian Ia melanjutkan perjalanannya untuk pulang. Aku pun demikian.
Sedang diputar-->Cakra Khan: Kekasih Bayangan.
"Aku tahu engkau sebenarnya tahu
Tapi kau memilih seolah engkau tak tahu
Kau sembunyikan rasa cintaku
Di balik topeng persahabatanmu yang palsu
Kau jadikan aku kekasih bayangan
Untuk menemani saat kau merasa sepi
Bertahun lamanya kujalani kisah
Cinta sendiri"
~The End~
Comments
Post a Comment