Merokok Sampe Mati
MEROKOK SAMPE MATI
_________________________
Ditulis saat harga rokok diumumkan naik
Di kedai kopi Ibu Kantin, Buarang menghela nafas panjang setelah membaca berita terkait kenaikan harga rokok. Mulai 1 Januari 2020, cukai rokok akan naik 23% dan harga jual eceran juga naik sebesar 35%.
Ditatapnya dalam-dalam bungkus rokok surya 12 diatas mejanya, sambil sesekali menyeruput kopi ditangan kirinya. Kemudian membagikan link berita yang ia baca tadi pada akun "pesbuk"nya.
Buarang terus menggerutu. Ia bimbang. Bingung. Ingin marah tapi pada siapa? Maklum, buarang adalah pemadat. Perokok garis keras yang tanpa merokok, hidupnya serasa ada yang kurang.
"Ai ha ka urra dedi diaka nu" kata Buarang tiba-tiba mengagetkan John di sampingnya yang sedang asik mengetik kata-kata gombalan buat calon gebetan barunya.
"Ko kenapa le? Dar tadi sa liat kop muka macam tir jelas betul. Kop harim ada kas putus ko?" Tanya John yang sedari tadi penasaran dengan tingkah aneh Buarang yang terus menggerutu, tapi terus melanjutkan aktivitasnya.
"Ini ko baca dulu" Buarang menyodorkan hpnya yang berisi berita yang ia baca tadi.
"Syukurlah" jawab John setelah membaca sekilas berita yang disodorkan Buarang melalui hp miliknya.
"Ai nyummu ma Jonnu.... Wangpa ndo mangerti ma angumu" celoteh Buarang dengan sedikit menahan kemarahan lantaran John mengejeknya.
"Lha iya. Kan langkah kenaikan tarif cukai ini ditempuh pemerintah dengan pertimbangan untuk mengatur konsumsi rokok khususnya di kalangan remaja dan anak-anak. Selain itu, rencana ini juga bertujuan untuk menekan jumlah perokok macam Kau biar populasinya berkurang sekaligus menambah penghasilan negara seperti kata ibu menteri kita.
Buarang mulai berang lantaran kata "Kau" yang diucapkan John menggunakan penekanan. Belum sempat ia menyanggah, John melanjutkan kata-katanya. "Data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa angka perokok di kalangan anak-anak dan remaja naik dari 7% jadi 9%. Sementara angka perokok di kalangan perempuan naik dari 2,5% menjadi 4,8%. Karena itu, harga rokok harus dinaikkan. Bila perlu 100 ribu suh satu bungkus"
Sebetulnya buarang tercengan begitu John menyampaikan pendapatnya. Bukan hanya kali ini. Tapi seringkali selalu kalah debat dengan sahabatnya yang selalu kontra dengannya itu.
"Sa kira dengan menaikan harga rokok itu bukan solusi untuk mengurangi perokok"
"Lalu solusinya bagaimana?"
Tak mau kalah, Buarang mulai berpikir keras untuk sekali ini saja memenangi perdebatan ini demi keadilan sosial bagi seluruh perikok di Indonesia.
"Untuk orang-orang yang pemadat seperti sa ini, harus ada sosialisasi plus edukasi biar kita paham tanpa mencaci pemerintah bila ada kebijakan yang tidak disukai seperti itu. Lagian, pernyataan ibu mentri yang ko maksud itu ju kayak bagaimana e, janggal se sa rasa. Mengurangi konsumsi tapi menambah penerimaan negara. Logikanya kalo konsumsi turun, maka penerimaan negara ju ikut turun" Ujar Buarang.
"Iya juga sih. Negara terkesan ingin uang lebih banyak dari rokok dengan dalih menekan jumlah perokok. Kalo mo tutup pabrik rokok supaya perokok tidak ada, ya tinggal tutup saja toh" timpal John yang sedikit kebingungan.
"Salah satu tujuan negara adalah untuk mensejahterakan masyarakatnya. Termasuk sa yang perokok ini adalah bagian dari rakyat indonesia yang harus disejahterakan. Kalo harga rokok naik, kan itu bikin kita melarat" balas Buarang yang kali ini lebih percaya diri karena melihat John yang sedikit kebingungan.
"Kalo ko rokok trus, ibaratnya ko buat ternak buat penyakit-penyakit berbahaya seperti serangan jantung, paru-paru, stroke dan sakit-sakit lain akibat rokok"
"Penyakit karna rokok? Kok rorok yang disalahkan kalo orang terkena penyakit?"
"Ya, iya. Kan kalo ko rokok ko akan kena penyakit seperti yang sa sebut tadi"
"O tidda bisa. Kali ini ko salah, John. Sakit itu disebabkan oleh banyak hal, banyak faktor dan banyak alasan. Salah satunya adalah karena daya tahan tubuh yang lemah, tidda adanya gizi pada makanan yang dikonsumsi, tingkat stress tinggi. Dan lain sebagainya. Intinya bukan cuma rokok".
Tiga kalimat terakhir diucapkan dengan intonasi yang membuat John berpikir lebih keras lagi agar Buarang berhenti merokok.
"Jadi, ko tetap akan rokok meski ko tau itu harga rokok akan naik?" Tanya John penasaran. Buarang kali ini tak seperti biasanya. Argumennya sudah bisa mengalahkan argumen John.
"Ya. Sa akan tetap merokok" jawab Buarang. Sambil menarik sebatang surya, Buarang melanjutkan kata-katanya "Asap ini saya dedikasikan untuk keringat para petani yang makin miskin, untuk para pekerja pabrik yang menghidupi anak-anaknya, untuk supir truk yang mendistribusikan rokok di semua wilayah, untuk penjual di warung yang pendapatannya tidak seberapa untuk hidup sehari-hari. Saya merokok untuk membantu mereka. Dan tentunya untuk saya sendiri yang tak bisa mengartikan hidup tanpa sebatang rokok"
"Jadi kesimpulannya bagaimana?" Tanya John lagi. Kali ini John merasa kalah dalam beradu argumen. Tapi dia juga bangga karena sahabatnya itu sudah bisa beradu pendapat dengannya.
"Begini jonnu. Kesimpulannya itu, merokok mati, tidak merokok mati. Lebih baik merokok sampe mati"
#just kidding
#humor itu sehat
#merokok mati
Link berita:
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190920135515-17-100986/perhatian-hingga-akhir-2019-harga-rokok-akan-merangkak-naik
https://bisnis.tempo.co/read/1250055/ylki-harga-rokok-harusnya-naik-jadi-rp-70-ribu-per-bungkus
_________________________
Ditulis saat harga rokok diumumkan naik
Di kedai kopi Ibu Kantin, Buarang menghela nafas panjang setelah membaca berita terkait kenaikan harga rokok. Mulai 1 Januari 2020, cukai rokok akan naik 23% dan harga jual eceran juga naik sebesar 35%.
Ditatapnya dalam-dalam bungkus rokok surya 12 diatas mejanya, sambil sesekali menyeruput kopi ditangan kirinya. Kemudian membagikan link berita yang ia baca tadi pada akun "pesbuk"nya.
Buarang terus menggerutu. Ia bimbang. Bingung. Ingin marah tapi pada siapa? Maklum, buarang adalah pemadat. Perokok garis keras yang tanpa merokok, hidupnya serasa ada yang kurang.
"Ai ha ka urra dedi diaka nu" kata Buarang tiba-tiba mengagetkan John di sampingnya yang sedang asik mengetik kata-kata gombalan buat calon gebetan barunya.
"Ko kenapa le? Dar tadi sa liat kop muka macam tir jelas betul. Kop harim ada kas putus ko?" Tanya John yang sedari tadi penasaran dengan tingkah aneh Buarang yang terus menggerutu, tapi terus melanjutkan aktivitasnya.
"Ini ko baca dulu" Buarang menyodorkan hpnya yang berisi berita yang ia baca tadi.
"Syukurlah" jawab John setelah membaca sekilas berita yang disodorkan Buarang melalui hp miliknya.
"Ai nyummu ma Jonnu.... Wangpa ndo mangerti ma angumu" celoteh Buarang dengan sedikit menahan kemarahan lantaran John mengejeknya.
"Lha iya. Kan langkah kenaikan tarif cukai ini ditempuh pemerintah dengan pertimbangan untuk mengatur konsumsi rokok khususnya di kalangan remaja dan anak-anak. Selain itu, rencana ini juga bertujuan untuk menekan jumlah perokok macam Kau biar populasinya berkurang sekaligus menambah penghasilan negara seperti kata ibu menteri kita.
Buarang mulai berang lantaran kata "Kau" yang diucapkan John menggunakan penekanan. Belum sempat ia menyanggah, John melanjutkan kata-katanya. "Data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa angka perokok di kalangan anak-anak dan remaja naik dari 7% jadi 9%. Sementara angka perokok di kalangan perempuan naik dari 2,5% menjadi 4,8%. Karena itu, harga rokok harus dinaikkan. Bila perlu 100 ribu suh satu bungkus"
Sebetulnya buarang tercengan begitu John menyampaikan pendapatnya. Bukan hanya kali ini. Tapi seringkali selalu kalah debat dengan sahabatnya yang selalu kontra dengannya itu.
"Sa kira dengan menaikan harga rokok itu bukan solusi untuk mengurangi perokok"
"Lalu solusinya bagaimana?"
Tak mau kalah, Buarang mulai berpikir keras untuk sekali ini saja memenangi perdebatan ini demi keadilan sosial bagi seluruh perikok di Indonesia.
"Untuk orang-orang yang pemadat seperti sa ini, harus ada sosialisasi plus edukasi biar kita paham tanpa mencaci pemerintah bila ada kebijakan yang tidak disukai seperti itu. Lagian, pernyataan ibu mentri yang ko maksud itu ju kayak bagaimana e, janggal se sa rasa. Mengurangi konsumsi tapi menambah penerimaan negara. Logikanya kalo konsumsi turun, maka penerimaan negara ju ikut turun" Ujar Buarang.
"Iya juga sih. Negara terkesan ingin uang lebih banyak dari rokok dengan dalih menekan jumlah perokok. Kalo mo tutup pabrik rokok supaya perokok tidak ada, ya tinggal tutup saja toh" timpal John yang sedikit kebingungan.
"Salah satu tujuan negara adalah untuk mensejahterakan masyarakatnya. Termasuk sa yang perokok ini adalah bagian dari rakyat indonesia yang harus disejahterakan. Kalo harga rokok naik, kan itu bikin kita melarat" balas Buarang yang kali ini lebih percaya diri karena melihat John yang sedikit kebingungan.
"Kalo ko rokok trus, ibaratnya ko buat ternak buat penyakit-penyakit berbahaya seperti serangan jantung, paru-paru, stroke dan sakit-sakit lain akibat rokok"
"Penyakit karna rokok? Kok rorok yang disalahkan kalo orang terkena penyakit?"
"Ya, iya. Kan kalo ko rokok ko akan kena penyakit seperti yang sa sebut tadi"
"O tidda bisa. Kali ini ko salah, John. Sakit itu disebabkan oleh banyak hal, banyak faktor dan banyak alasan. Salah satunya adalah karena daya tahan tubuh yang lemah, tidda adanya gizi pada makanan yang dikonsumsi, tingkat stress tinggi. Dan lain sebagainya. Intinya bukan cuma rokok".
Tiga kalimat terakhir diucapkan dengan intonasi yang membuat John berpikir lebih keras lagi agar Buarang berhenti merokok.
"Jadi, ko tetap akan rokok meski ko tau itu harga rokok akan naik?" Tanya John penasaran. Buarang kali ini tak seperti biasanya. Argumennya sudah bisa mengalahkan argumen John.
"Ya. Sa akan tetap merokok" jawab Buarang. Sambil menarik sebatang surya, Buarang melanjutkan kata-katanya "Asap ini saya dedikasikan untuk keringat para petani yang makin miskin, untuk para pekerja pabrik yang menghidupi anak-anaknya, untuk supir truk yang mendistribusikan rokok di semua wilayah, untuk penjual di warung yang pendapatannya tidak seberapa untuk hidup sehari-hari. Saya merokok untuk membantu mereka. Dan tentunya untuk saya sendiri yang tak bisa mengartikan hidup tanpa sebatang rokok"
"Jadi kesimpulannya bagaimana?" Tanya John lagi. Kali ini John merasa kalah dalam beradu argumen. Tapi dia juga bangga karena sahabatnya itu sudah bisa beradu pendapat dengannya.
"Begini jonnu. Kesimpulannya itu, merokok mati, tidak merokok mati. Lebih baik merokok sampe mati"
#just kidding
#humor itu sehat
#merokok mati
Link berita:
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190920135515-17-100986/perhatian-hingga-akhir-2019-harga-rokok-akan-merangkak-naik
https://bisnis.tempo.co/read/1250055/ylki-harga-rokok-harusnya-naik-jadi-rp-70-ribu-per-bungkus
Comments
Post a Comment