Posts

Showing posts from January, 2023

Berasnisasi, Berasnya Langka, Siapa Cari Sensasi?

Image
"Pulaunya terindah dunia, tetangganya punya lahan food estate, eh, berasnya susah dicari." Sebagai seorang anak yang lahir, besar dan kemudian nantinya akan mati di era berasnisasi yang sudah mengakar sejak order baru, saya mendapat dogma turun-temurun bahwa makan apapun, belum lengkap tanpa makan nasi. Dan, ya, saya merasakan itu belum lengkap karena setelah makan apapun, rasanya ada yang kurang kalau tidak makan nasi.  Minggu kemarin, mama bilang, "ambu ta manahu dhuppa uhu. Manahu ha yiadha bha dha karara." (Jangan masak nasi dulu. Masak ini sukun saja). Ini lantaran beras persediaan kami sudah habis. Di toko-toko tempat biasa kami membeli beras, juga tidak ada. Ke pasar yang jaraknya kurang lebih 12 kilometer, pun sukar ditemukan.  Pak polisi di group X bilang, ini sudah berlangsung 1-2 Minggu yang lalu. Ya, Tuhan. Seasyik ini jawaban seorang politisi. Sudah berminggu-minggu, masih dibiarkan saja. Maka pantas saja, seseorang dalam akun facebooknya me...

Kalau Cari Sensasi Bisa Bikin Viral, Mengapa Konten Mendidik Tidak?

Image
Pernah nggak, sih, kamu mikirnya gini? Kita kok suka banget protes pada konten-konten yang tidak mendidik yang mudah viral, sedangkan anak berprestasi malah sebaliknya. Kita protes sekaligus bingung kenapa orang-orang macam si Fajar Sadboy mudah diundang tampil dalam TV sedangkan Nono siswa berprestasi dunia karena menang lomba matematika internasional sudah seminggu berlalu, viralnya baru belakangan. Atau, kita bersungut-sungut ketika melihat personil Citayam Fashion Week yang begitu diagung-agungkan, sedangkan dua bersaudara Mischka dan Devon, peraih puluhan medali olimpiade matematika tidak banyak yang tahu.  Pada kesempatan lain, pernah nggak, sih, kita memuji-muji teman kita yang buat tulisan melankolis bin bucin, galau, penuh cinta dan lain sebagainya? Kita lalu memberinya semangat untuk terus berkarya. Misalnya ketika seorang dalam kenalan kita di media sosial membuat puisi penuh haru akibat putus cinta dan lain sebagainya, kita lalu mengapresiasinya.  Apa y...

Humba Menuju (bukan) Tana Marapu!?

Image
           Dok. Yudi Umbu Rawambaku  Humba Tana Marapu."  Sebagai orang Sumba, kita pasti pernah atau sering mendengar orang-orang yang berkata demikian, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Sebuah frasa yang menunjukkan kebanggaan pada tanah kelahiran, di mana dulunya memang benar-benar tanah para Marapu. Belakangan, frasa ini barangkali hanya menjadi frasa penghias seremonial ucapan-ucapan omong kosong kita. Semoga saja tidak demikian. Namun, dalam evaluasi tahunan Badan Pengurus Marapu, seperti yang saya kutip di status Instagram Ibu Pendeta Herlina Ratu Kenya, sekretaris Bappeda Sumba Timur menyebutkan bahwa terjadi penurunan jumlah warga Marapu yang sangat signifikan hingga sekarang menurut catatan terakhir tahun 2021 tinggal 15 ribuan jiwa. "Padahal tahun 2016 saat saya mengumpulkan data untuk tulisan akhir saya di UKDW, jumlahnya masih 33 ribuan," kata ibu pendeta dalam status terbarunya tanggal 23 Januari 2023. "Maka, perta...