PIDATO AKHIR TAHUN; Catatan Natal Anak Rantau



Tentang Desember yang ketika tanggal satu baru menampakkan diri, tapi tangis juga menyertai.

Tentang Desember yang kesibukan demi kesibukan datang menghampiri, dan pura-pura lupa pun tak dapat menghalangi. 

Tentang Desember yang aromanya mewangi sebab nikmat dosa tak lagi mampu menahan hasrat Natal yang menggebu dalam hati.

Tentang Desember yang seolah-olah membuat hati benar-benar bertobat meski hanya sesaat tapi selalu dinanti.

Tentang Desember yang menggugah hati untuk mulai menyusun resolusi tahun baru untuk memperbaharui diri, jiwa dan hati.

Tentang Desember yang membuat niat baik dalam diri menjadi lebih banyak dari sebelumnya bukan untuk kepuasan jasmani tetapi juga rohani.

Dan tentang Desember yang membuat aku menulis tentang ini; tentang Natal yang lagi-lagi tanpa mereka yang kucintai.
__________________&_________________

Ini kali ketiga Aku merayakan Natal di sini. Di rantau. Di negeri seribu pura. Sebagai anak rantau yang tinggal jauh dari rumah, kadang ada rasa rindu yang datang menyelinap masuk dalam jiwaku. Membawaku dalam angan dan mengantarku pada kenangan semasa Natal bersama keluarga. 

Ini sudah tahun ketiga aku di sini. Di pulau Dewata ini. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Bali ini 2017 silam, moment Natal bersama keluarga kulewati begitu saja. Ada rindu yang terbendung untuk segera pulang ke rumah. Tapi apa daya, Natal di rantau seakan terus mengikatku. Apalagi waktu liburan kuliah hanya dua hari saja. 


Dengan jarak tempuh yang begitu jauh dan biaya yang mahal, rasanya pulang adalah hal yang paling Kurindukan ketika Natal telah tiba. Memang, saat liburan semester sesekali aku pulang. Tapi ada yang berbeda ketika liburan semester dan liburan Natal bersama orang-orang tercinta; orang tua, sanak saudara dan keluarga. 

Sejak tiga tahun lalu hingga saat ini, ada beribu cerita yang terangkum dalam suka, duka, canda dan tawa selama di rantau ini. Namun ketika momentum Natal tiba, satu-satunya cerita yang ingin kurangkum adalah cerita tentang kebersamaan Natal bersama keluarga. Meski dirayakan dengan sederhana, tapi kehangatannya sungguh luar biasa. 

Selama di rantau, ada cinta dan rindu yang coba kurajut. Cinta pada indahnya kota Denpasar, cinta pada orang-orang yang memberi cinta. Dan rindu pada mereka yang dengan cintanya, pergi meninggalkan rindu. Membuat rindu ini terus terbenam dalam angan dan terbendung dalam harap.

Tapi cinta dan rindu kali ini, bukan tentang pilihan hati yang coba kurajut di rantau. Ini cinta untuk mereka. Ini rindu untuk mereka. Orang-orang yang tersayang. Tempat bersemayamnya kasih yang tulus, yaitu keluarga.

Aku rindu  untuk merayakan Natal di kampung halaman. Bersama keluarga menghabiskan waktu bersama, memaknai Natal dengan perayaan kecil sebagai ucapan syukur kepada Allah Sang Pemberi hidup, dan juga membuat resolusi bersama diakhir tahun.

Meski jauh dari kehangatan keluarga, pengalaman melewatkan Natal di tanah rantau selama tiga tahunan ini mengajariku banyak hal, dimana aku berusaha merefleksikan Natal sebagai sesuatu yang dirayakan dengan sederhana. Bahkan lebih sederhana daripada perayaan sederhana bersama keluarga tercinta di rumah. Tanpa hingar bingar kesibukan, tanpa gemerlapnya kota Denpasar dan tanpa musik yang meriah seperti yang sering terdengar di  kampung halaman.

Natal kali ini adalah Natal yang sederhana. Sama seperti tahun lalu juga dua tahun lalu. Sebab yang lebih penting dari Natal adalah hidup seperti bagaimana Yesus menghidupi hidupnya dengan sederhana, murah hati, melayani dan mengampuni. 

Natal adalah sebuah peristiwa tentang penyertaan Allah atas kita umat manusia. Natal adalah sebuah refleksi hidup atas cinta kasih Allah yang telah mangaruniakan Putera-Nya Yang Tunggal, Tuhan kita Yesus Kristus yang lahir ke dunia. Dan Natal adalah momentum di mana kita dimampukan untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan, tidak hanya mengampuni yang bersalah kepada kita, tetapi juga tentang bagaimana kita mampu melihat  ketidakadilan yang terjadi dan menyebarkan perdamaian serta cinta kasih.


Akhir kata, selamat Natal untuk kita dan selamat menyongsong tahun baru. Kiranya damai Natal selalu menyertai kita, kini dan sepanjang masa.

Comments

Popular posts from this blog

Menggali Akar Kekerasan Seksual di Waingapu: Normalisasi Konten Seksis di Media Sosial sebagai Pemicu yang Terabaikan?

NATAL TANPAMU (MAMA PAPA)

Membaca BELIS sebagai Suatu Kemarahan