Perempuan dalam 30%

Satu di antara 29 ilmuan ini adalah seorang perempuan bernama Marie Curie 

Ini adalah salah satu foto bersejarah yang diambil pada Solvay Conference 1927 di Brussel. Dari 29 orang tersebut, hanya ada satu orang perempuan. Dia adalah Marie Curie, seorang tokoh perempuan pertama yang dihadiahkan penghargaan Nobel dan juga satu-satunya  yang mendapatkan penghargaan bergengsi itu dua kali, yakni pada bidang Fisika tahun 1903 dan Kimia pada 1911.
.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNESCO Institute for Statistics (UIS), terdapat kurang dari 30% peneliti dunia yang adalah perempuan. Data UIS juga menunjukkan sejauh mana para perempuan ini bekerja di sektor publik, swasta atau akademik, serta bidang penelitian lainnya.

Sejumlah penelitian menemukan bahwa perempuan yang berkecimpung di bidang STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics), memiliki kesenjangan yang berpengaruh pada pekerjaan mereka. Misalnya, peneliti perempuan dibayar lebih sedikit untuk penelitian mereka dan tidak maju sejauh laki-laki dalam karir mereka. Namun, sangat sedikit data di tingkat internasional atau bahkan negara yang menunjukkan sejauh mana kesenjangan ini terjadi.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, benarkah hanya ada kurang dari 30% perempuan yang menjadi peneliti? Mengapa hal ini terjadi? Bagaimana mengatasi hal ini?

Beberapa alasan yang sering digunakan untuk menjawab pertanyaan ini adalah:

1.Adanya hambatan atau kesenjangan gender.

Hal ini disebabkan stereotip bahwa laki-laki lebih cocok untuk pekerjaan dan keterampilan tertentu daripada perempuan, sebab perempuan dinilai lebih halus, lembut, lemah gemulai sehingga dengan demikian, tidak cocok untuk pekerjaan 'keras'. Di Indonesia sendiri, khususnya di daerah pedesaan, masih banyak perempuan yang hidup dalam jebakan standar sosial yang tidak memungkinkan mereka untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Masyarakat telah memformulasi aktivitas perempuan menjadi sangat terbatas dengan ikatan-ikatan kewajiban yang bias gender.

2. Akses terhadap ilmu pengetahuan.

Bias gender yang sudah berlangsung lama ini, membuat anak perempuan dan perempuan tidak memiliki akses yang luas terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Perempuan memiliki tingkat kesulitan lebih besar untuk mengakses ruang-ruang diskusi ilmiah baik sebagai pembicara maupun sebagai peserta.

Tanggung jawab domestik yang membuat perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah, sementara itu jikapun diberikan kesempatan untuk berbicara tidak jarang perempuan tampil hanya sebagai pelengkap angka keterlibatan perempuan demi terlihat bahwa pelaksananya memiliki nilai kesetaraan.

3. Terbatasnya ruang gerak perempuan.

Perkembangan sains tidak terlepas dari ruang-ruang diskusi yang melibatkan banyak pemikiran. Adu argumen maupun pendapat yang disertai berbagai penjabaran fakta penelitian adalah ruang yang baik untuk mengasah jiwa kritis seseorang.

Perempuan sangat sulit terlibat dalam ruang diskusi di lantaran lingkungan masyarakat kita, sebab masyarakat kita belum menciptakan ruang yang aman untuk perempuan. Dari hari ke hari banyak cerita kriminal dimana perempuan menjadi korban, baik itu pemerkosaan, penjambretan dan sebagainya. Bagaimana mungkin perempuan bisa melibatkan diri untuk berdiskusi jika ruang sosialnya masih belum bisa menjamin keamanannya?
.
Perempuan tentu saja ingin juga menuntaskan diskusi-diskusi panjang sekalipun itu artinya harus pulang saat gelap. Secara global, proporsi ilmuwan perempuan dan perempuan yang bekerja di bidang teknologi masih jauh lebih rendah daripada laki-laki. Sementara, lebih banyak perempuan dan anak perempuan yang mempelajari mata pelajaran Sains Teknologi Teknik & Matematika (STEM) di sekolah menengah, partisipasi perempuan di tingkat yang lebih tinggi dalam bidang tersebut menurun drastis.
.
Lerchenmueller, Olav Sorensen dan Anupam B. Jena, dari The British Medical Journal memberikan analisisnya yang berjudul: "Perbedaan Gender tentang Bagaimana Ilmuwan Mempresentasikan Pentingnya Penelitian mereka: Studi Observasi", menemukan bahwa perempuan tetap kurang terwakili di fakultas kedokteran dan di pusat penelitian ilmu kehidupan dan universitas.

Selain itu, perempuan juga mendapatkan gaji yang lebih rendah, menerima lebih sedikit hibah penelitian dan lebih sedikit kutipan dari makalah penelitian mereka daripada rekan penelitinya yang adalah laki-laki. Perempuan yang terlibat dalam dunia sains mungkin kalah jumlah jika dibandikan laki-laki. Tentu saja bukan karena kualitas berpikirnya yang lebih rendah. Jangan lupa Marie Curie adalah salah satu bukti bagaimana kualitas berpikir seorang perempuan.

Lantas, apa yang perlu dilakukan untuk melahirkan Marie Curie lainnya? Untuk melahirkan ‘Marie Curie’ lainnya, yang perlu kita lakukan bersama-sama adalah:
.
1. Mengedukasi diri sendiri untuk menjadi pribadi yang memilliki nilai kesetaraan.

Ini penting dimulai dari diri sendiri karena kesadaran akan keseteraan inilah akan membuat setiap orang bisa memberikan kesempatan pada perempuan untuk menjadi dirinya sendiri, mempelajari apa yang ingin dipelajari dan berproses sesuai dengan kemampuannya.Perempuan perlu dilihat sebagai seorang manusia yang utuh dengan segala kehendak dan usahanya, bukan sebagai tubuh yang memiliki vagina dengan segala narasi kelemahlembutannya.

2. Membuka akses seluas-luasnya untuk pengetahuan bagi perempuan.

Layaknya laki-laki, perempuan pun diberikan kemampuan mengolah pikir dan rasa. Adalah wajar jika dalam kepala perempuan banyak pertanyaan yang muncul dan perlu dijawab. Membiarkan perempuan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya sangat penting untuk menjadikannya pribadi dengan pemikiran yang tajam. Bukankah ilmu pengetahuan berkembang dari banyak pertanyaan yang harus dijawab? Beri akses pada perempuan untuk menjawab pertanyaan dalam kepala!

3. Menciptakan ruang yang aman bagi perempuan untuk bebas mengekspresikan pikirannya.

Masyarakat perlu berhenti memberi label negatif atau mempertahankan stigma negatif pada perempuan yang sedang mencoba menjelajah dunia ilmu pengetahuan. Tidak perlu mengatakan “semakin pintar, semakin susah dapat jodoh” atau “jangan pulang malam nanti akan dirampok atau diperkosa” atau “kenapa pulang malam? Macam pelacur saja!” atau “jangan banyak omong di depan suami atau pacarmu, hormatilah dia” dan sebagainya dan sebagainya.

Berhentilah membuat narasi-narasi yang tidak berguna seperti itu, karena itu hanya akan mengkerdilkan dirimu sendiri. Jadi, perempuan bukanlah tidak bisa berprestasi, mereka hanya memiliki lebih banyak rintangan untuk bisa menunjukkan prestasi mereka, bahkan untuk memulai saja susah.

Di luar sana, ada banyak ‘Marie Curie’ lainnya yang berkontribusi dengan caranya masing-masing untuk ilmu pengetahuan, tapi jumlahnya tidak banyak. Mari menambah angka itu bersama-sama, dimulai dengan hal yang paling sederhana, yakni melihat perempuan dan laki-laki sebagai manusia yang sama-sama layak diberikan kesempatan yang sama. Karena kita semua setara.
.
Tulisan ini dialihkan dalam bentuk video dua bulan lalu. Bila tertarik menontonnya, kuylah:
Perempuan dalam 30%

Comments

Popular posts from this blog

Buah Nahu, tapi Bukan Buah Sekarang

Menggali Akar Kekerasan Seksual di Waingapu: Normalisasi Konten Seksis di Media Sosial sebagai Pemicu yang Terabaikan?

Humba yang Tersisa di Kepala