Damai, kok, Hanya pada Hari Natal?


Selama perayaan Natal, kata apa yang paling sering kau dengar, selain ucapan selamat itu sendiri?

"Giliran Natal baru gereja penuh."

"Gereja ramai hanya ketika ada perayaan-perayaan besar."

"Hanya napas (natal-paska) saja orang-orang rajin ke gereja."

Saya sendiri sering dengar kata-kata yang kurang lebih seperti yang saya sebutkan di atas. Ya, kata-kata ini, selain datang dari mereka yang paling rajin ke gereja, juga datang dari kekecewaan. Karena apa? Mereka sendiri yang tahu jawabannya. 

Sebagai antitesis 🤪 dari kata-kata yang sering saya dengar di atas, saya (sengaja) tidak menjadi rajin ke gereja para hari-hari raya tertentu. Tentu saja ini juga berlaku pada perayaan Natal bila mereka memakainya sebagai hari yang penuh kedamaian, penuh kasih, penuh kebahagiaan. Sebab, damai bagi saya mesti diupayakan setiap hari, bukan karena perayaan di hari-hari tertentu. Demikian juga dengan kasih dan kebahagiaan. 

Paling tidak, Natal kali ini dan tahun-tahun sebelumnya sejak 2016, Santa sang promotor konsumerisme global itu tidak mampu memaksa masyarakat seperti saya untuk berpartisipasi dalam perayaan Natal yang konsumtif, seperti kebanyakan: Bisa jadi pakaian. Bisa jadi perhiasan. Bisa jadi, konsumtifnya itu dalam bentuk alkohol. Khusus alkohol ini, rasanya sudah sejak lahir saya tidak menyukainya. Entahlah. Ini mungkin bagian terburuk dari kebiasaan saya yang berbarengan dengan tidak satupun rokok yang saya sentuh.

Santa dalam dunia kapitalis, adalah tokoh ciptaan yang mampu memberikan keuntungan materil saat Natal tiba, khususnya pada mereka, golongan orang-orang yang merayakannya dengan konsumtif berlebihan. Masyarakat bukan saja dicekoki dengan berbagai keindahan yang mengalihkan esensi religius menjadi konsumtif, tetapi juga mengalihkan makna Natal yang penuh dengan kedamaian. Damai, kok, hanya pada saat Natal. 

Damai itu, bukan hanya datang saat Natal tiba, tetapi juga datang saat aparat bersama investor menghadang masyarakat atas tanah milik mereka sendiri. Saat demo menolak segala bentuk penindasan, tidak ada penindas lain yang pura-pura menyusup agar aksinya menjadi chaos. Saat protes ini dan itu atas kinerja mereka yang digaji dari uang rakyat, langsung direspon tanpa tunggu kabarnya viral di dunia maya terlebih dahulu. 
.
Selamat Merayakan Natal, kawan 🤟











Comments

Popular posts from this blog

Buah Nahu, tapi Bukan Buah Sekarang

Menggali Akar Kekerasan Seksual di Waingapu: Normalisasi Konten Seksis di Media Sosial sebagai Pemicu yang Terabaikan?

NATAL TANPAMU (MAMA PAPA)