Belum Ada Judul


Saya mengikuti zoom sejak pukul delapan pagi tadi, hingga jam pulang kerja. Sebuah Zoom yang membahas perjalanan karier orang-orang. Jujur, saya tidak suka banyak bicara. Apalagi yang berbicara banyak. Saya cepat bosan.

Saya lebih suka learning by doing. Sambil menjalankan, sambil bekerja, sambil memahami. Kalau saya tidak paham, toh, saya bisa mengulangi lagi. 

Saya mengikuti zoom sejak pagi, sambil sesekali mengejar tanda tangan boss. Saya mengikuti zoom, sampai lupa turun istirahat. Iya, turun istirahat. Saya bekerja di lantai dua. Biasanya, kalau tidak ada kerjaan, saya turun. Kadang ke ruangan teman. Lebih sering ke kantin. 

Pagi tadi, saya mengikuti zoom. Sepertinya zoom tersebut penting. Juga berkaitan dengan kerjaan saya. Namun, sekali lagi, saya tidak mengerti apa-apa. Saya tidak tahu apa-apa soal inovasi pejabat yang membuat aplikasi, katanya, namun ternyata google form. Saya, saya, saya sungguh tidak mengerti. 

Saya mengikuti zoom sejak pagi, sampai lupa turun istirahat. Sampai lupa, kalau saya kelaparan. Perut saya keroncongan. Badan saya gemetaran. Saya kelaparan. Saya juga ngantuk berat. 

Saya mengecek dompet, isinya hanya seberapa. Tidak sampai untuk sekadar membeli gorengan. Saya lupa, kemarin, saya mentraktir makan beberapa teman. Seperti biasa, kalau urusan makanan, saya tidak berpikir panjang. Saya membeli, karena saya memiliki uang. Kalau ada yang bertanya, sih, saya jawab saja, untuk itulah saya bekerja. 

Namun, siang tadi, saya tidak makan. Tidak ada sebutir makanan pun yang masuk dalam perut saya, selain kopi yang saya nikmati di rumah, sebelum berangkat kerja. Sekalipun saya tidak mengerti apa-apa, saya menuntaskan zoom yang saya ikuti. Demikianlah saya, berusaha memberikan yang terbaik, sepanjang saya diberi tugas. Sayangnya, saya harus berkali-kali lagi. 
.
.
📷: Kalau datang kepagian dan gabut, ya, saya membersihkan ruangan dan menghasilkan debu yang bikin saya flu. 

Comments

Popular posts from this blog

Buah Nahu, tapi Bukan Buah Sekarang

Menggali Akar Kekerasan Seksual di Waingapu: Normalisasi Konten Seksis di Media Sosial sebagai Pemicu yang Terabaikan?

Humba yang Tersisa di Kepala