Posts

Showing posts from July, 2021

Delonix Regia dan Lelaki Pemilik Dandelion

Image
Suatu hari di belahan utara bumi, saat itu, awal bulan penghujung musim gugur di mana delonix regia bermekaran, seekor kupu-kupu menghinggapi dahan pohon berdaun majemuk dan rapat itu. Ia terlihat gusar. Mungkin sedang lelah, tapi ia tetap menari di atas sana. Mencari kepala putik delonix regia yang bermekaran itu. Dari dahan satu ke dahan yang lainnya, ia hinggapi. Famili fabaceae itu tak marah padanya. Malah, sebaliknya, ia turut senang sebab kupu-kupu itu membantunya dengan cara menjatuhkan serbuk sari ke kepala putik agar proses pembuahannya dapat terjadi.  Sementara itu, di bawah pohon yang rimbun dan rindang itu, seorang perempuan sedang berteduh di bawahnya. Ia terus mengamati kupu-kupu yang cantik itu hinggap pada mahkota delonix regia untuk menghisap sari madunya. Kupu-kupu itu begitu bahagia mendapatkan sari madu delonix regia. Tanpa sadar, ia menjatuhkan serbuk sari yang menempel di kakinya. Perempuan yang sedari tadi mengamatinya itu tersenyum. Sesuatu telah...

Ulang Tahun, Foto Profil dan Kebiasaan Saya

Image
Pukul 06.05 pagi tadi, adik saya, @ Semi Hunga mengirimkan pesan WhatsApp ucapan selamat ulang tahun. 3 detik kemudian, pesan ucapan ulang tahun satu lagi masuk. Kali ini pesan itu dikirimkannya di group WhatsApp keluarga. "Apa kirim ucapan group, supaya apa?" tanya saya.  Rasanya, saya penasaran sekali akan jawaban yang diberikan adik saya. Karena itu, agar ia membalasnya dengan cepat, saya kirimkan lagi emoji marah sebanyak tiga kali. "Supaya mereka memberikan ucapan," balasnya. Mereka yang dimaksud adalah orang-orang yang tergabung dalam group itu, yakni group keluarga. Saya tidak puas dengan jawaban adik saya. Sebab, bagi saya, memberi ucapan (entah apapun itu) agar diikuti oleh orang lain, rasanya tidak begitu penting dibandingkan dengan ucapan langsung, misalnya dengan memberi pesan singkat yang hanya saya, pemberi ucapan dan Tuhan yang tahu. Pada detik ke sebelas, saya membalasnya lagi, "tidak hapus? Saya blokir," begitu ancaman saya ...

Sebab 'hidup bersama' Sudah Terlalu Mainstream.

Image
Aku baru saja terbangun dari tidur, saat sesuatu menyelinap masuk ke dalam pikiranku. Masuknya bukan melalui kepala, bukan juga melalui lubang hidungku. Apalagi melalui mulut. Entah dari mana sesuatu ini datang, yang jelas, seseorang telah mengirimkannya untukku.  Aku ingat jelas malam itu, ketika segala sesuatu yang pernah tersimpan dalam pikiranku, perlahan pecah, hancur dan hilang satu persatu. Bahkan, hilangnya tak menyisakan apa-apa lagi. Semuanya seakan lenyap bagai ditelan bumi. Puncaknya terjadi pada moment pergantian tahun baru. "Seseorang telah menggantikannya dengan sesuatu yang baru," gumamku. "Sesuatu yang begitu kuat, hingga dengan mudahnya ia gantikan yang pernah coba kusimpan." Sesuatu yang baru itu memang begitu kuat. Ia mampu menghapus segala memory dalam ingatanku. Lalu, tumbuh. Ia tak bernyawa, tapi hidup. Hidup seakan mati. Ia tak berbentuk, tapi berwarna. Warnanya hijau, juga sedikit hitam. Terkadang, hitamnya lebih kuat daripada hi...

Warisan Terbaik adalah Kenangan

Image
Kita berdua pernah sepakat, bukan? Bahwa kau jadi Bandara dan aku jadi pelabuhan yang sama-sama menolak untuk patuh pada takdir: tempat persinggahan sementara. Iya, waktu itu kita sama-sama dilanda asmara. Kau dengan rasamu padaku dan aku dengan rasaku padamu. Indah. Kita berdua pernah berjanji, bukan? Jika Semesta berkehendak, kita kan abadi meski orang-orang terus meragukan. Bahkan, takdir turut berkontribusi membantu mereka merenggangkan kita. Toh, nyatanya kita berhasil mengalahkan takdir. Dengan tertatih, terluka, berdarah, hampir mati.  Kita berdua pernah bersama, bukan? Merangkai mimpi, merawatnya, membesarkannya, hingga ia tumbuh begitu bahagia, juga angkuh. Hanya inginkan tuannya bahagia. Saking bahagianya, kita sampai lupa, bahwa kita adalah tumpukan patah yang terus tumbuh bersama. Aku dengan patahku yang berusaha kusembuhkan dan kau dengan patahmu yang selalu kau nikmati.  Kita berdua pernah saling memiliki, bukan? Menikmati malam bersama, pagi yang ind...

Mahasiswa, Sampah! dan Kebijakan Pemerintah

Image
Rima Melani Bilaut mengomentari story WhatsApp saya siang tadi. "Jangan terlalu salahkan orang yang buang sampah sembarangan," katanya. Satu menit kemudian, saya membalasnya. Iya, satu menit. Waktu yang sangat singkat untuk proses berpikir yang cepat. Apalagi, yang mengomentari story saya adalah seorang Rima. "Mau salahkan yang jual sebenarnya, tapi dorang suh bayar uang sewa kantin," balas saya beralibi. "Bukan salah yang jual juga," katanya menghardik alibi saya. "Orang cuman cari hidup dari sana." "Salah produsen?" Sementara bertanya demikian, jempol saya menari mencari tombol hapus untuk menghilangkan jejak story yang saya tulis tadi agar tidak dibaca orang lain. Namun, apa daya. Sudah lebih dari 20 orang membacanya meski sudah saya hapus.  "Kita terlalu sering berdiskusi tentang sampah hingga lupa membuang sampah pada tempatnya," demikian alasan yang sering saya gunakan bila ada diskusi tentang sampah dan hasi...