Delonix Regia dan Lelaki Pemilik Dandelion
Suatu hari di belahan utara bumi, saat itu, awal bulan penghujung musim gugur di mana delonix regia bermekaran, seekor kupu-kupu menghinggapi dahan pohon berdaun majemuk dan rapat itu. Ia terlihat gusar. Mungkin sedang lelah, tapi ia tetap menari di atas sana. Mencari kepala putik delonix regia yang bermekaran itu. Dari dahan satu ke dahan yang lainnya, ia hinggapi. Famili fabaceae itu tak marah padanya. Malah, sebaliknya, ia turut senang sebab kupu-kupu itu membantunya dengan cara menjatuhkan serbuk sari ke kepala putik agar proses pembuahannya dapat terjadi.
Sementara itu, di bawah pohon yang rimbun dan rindang itu, seorang perempuan sedang berteduh di bawahnya. Ia terus mengamati kupu-kupu yang cantik itu hinggap pada mahkota delonix regia untuk menghisap sari madunya. Kupu-kupu itu begitu bahagia mendapatkan sari madu delonix regia. Tanpa sadar, ia menjatuhkan serbuk sari yang menempel di kakinya. Perempuan yang sedari tadi mengamatinya itu tersenyum. Sesuatu telah mekar di hatinya bersamaan dengan mekarnya delonix regia.
"Aku telah jatuh cinta," katanya. "Pada seorang lelaki yang bahkan belum pernah kutemui."
Perempuan itu terus mengamati kupu-kupu yang sedang asyik menghisap sari madu pada kepala putik delonix regia. Ia berjalan mengikuti ke mana arah terbangnya sang kupu-kupu. Dari kepala putik satu ke kepala putik lainnya di pohon yang sama, ia melihat dengan pasti butir-butir serbuk sari yang ikut berjatuhan. "Sebentar lagi bunga lainnya akan ikut bermekaran."
Ini baru awal bulan, di mana sebentar lagi musim gugur akan berakhir 30 hari lagi. Tapi, dedaunan delonix regia masih menghijau hingga awal musim kemarau. Orang-orang akan menikmati bunga-bunganya yang berwarna jingga itu untuk kemudian diabadikan. Tak terkecuali perempuan itu, yang datang berteduh, kemudian melihat seekor kupu-kupu, lalu memastikan bahwa dirinya sedang jatuh hati, ia abadikan gambarnya.
Delonix regia harus segera berbunga karena harapan hidup mereka pendek, begitu yang aku tahu. Ya, mereka harus segera berbunga. Semoga keharusan ini bukan keterpaksaan, mengingat usia delonix regia ada di antara 40-60 tahun atau lebih. Sedang mereka yang memiliki pertumbuhan lambat, akan mekar kemudian. Tapi tak apa. Untuk ukuran manusia penuh harapan seperti perempuan itu, angka 40-60 sudah lebih dari cukup. Karena itu, selain menyisipkan perjuangan dalam hidupnya, ia juga menyisipkan syukur dan juga cinta. Cinta itulah yang kemudian mengantarnya pada sosok lelaki asing di seberang sana. Lelaki yang dicintainya lewat pemikirannya yang tak seberapa. Lelaki yang pada akhirnya dijadikan pelabuhan untuk menyadarkan diri.
Perempuan itu masih di sana. Menetap, menatap, mengikuti langkah kupu-kupu itu. Sesekali ia berjalan mengitari pohon delonix regia yang berbatang kokoh itu. Cabangnya yang banyak dan dipenuhi dedaunan hijau itu cucup membuatnya terasa lelah karena dikelilinginya berkali-kali. Sepertinya halnya pohon itu yang mulai bermekaran, demikian juga hati perempuan itu ikut menumbuhkan cabang bernama rasa. Perempuan itu merawatnya dengan sangat baik.
Benih-benih yang tumbuh dari hatinya ia siram, lalu diberi pupuk. Sesekali ia melindunginya dari hama dan penyakit yang menyerangnya. Ia membuatnya mekar lebih cepat daripada seharusnya. Untuk mengabadikan rasa yang ada, perempuan itu kemudian memetik dandelion yang sedikit layu sebab ini sudah musim gugur. "Kelak, dandelion ini akan kuberikan pada pujaan hatiku di seberang sana," katanya. "Lelaki yang akan kutemui untuk menuntaskan janji."
Tiga bulan setelah rasa dalam hatinya ikut mekar, perempuan itu pergi menemui pujaan hatinya. Di kota seberang, di negeri para turis, tempat ia bersemedi. Perempuan itu pergi tanpa kabar. "Sebab aku tak akan mendapatkan izin bila yang kutemui adalah dirimu," katanya. Mereka berdua telah merencanakan pertemuannya dengan diam-diam, tenang dan mengalir begitu saja. Mereka dimabuk asmara.
Di kota lelaki itu, ia memberikannya setangkai dandelion yang dipetiknya di penghujung musim gugur. Dandelion yang hanya mekar untuk sehari atau dua hari saja itu ternyata mampu bertahan di tangannya. Dalam genggamannya, disimpannya pada tempat terhangat sepanjang musim gugur. Kelopaknya tetap kokoh, seperti pendirian perempuan itu. Aneh memang. Tapi ini nyata. Hanya terjadi bila cinta telah merasukimu.
"Kuberikan dandelion ini untukmu," katanya pada lelaki itu dengan suara yang sangat lembut. "Agar kau dapat merawatnya seperti aku merawat delonix regia ini tetap mekar," lanjut perempuan itu sambil menunjuk jantungnya.
"Tapi bagaimana mungkin ia dapat bertahan, sedang kita tahu, bahwa dandelion hanya dapat bertahan paling lama dua hari saja?"
"Ia akan bertahan selama ragamu tidak ditindas ragu, selama jantungku masih berdebar untukku, selama kau masih menghirup udara yang sama seperti yang aku hirup."
Dandelion adalah lambang pengharapan, cinta, kebahagiaan dan kesetiaan. Meski famili Asteraceae ini bertangkai kecil, tapi ada harapan di dalamnya saat perempuan itu memberinya setangkai. Kata orang, serpihan bunganya yang kecil mudah terbang dibawa angin. Itulah sebab dandelion tak bertahan lama. Ia mudah rapuh seperti lelaki tempatnya kini berada. Namun, lelaki itu telah menentang badai untuk bertahan. Begitu juga dengan dandelion itu, yang setiap hari diterjang angin.
Berbeda dengan delonix regia, dandelion tidak tumbuh sebagai bunga hias. Ia bahkan tak diminati banyak orang, sebab selain mudah rapuh, tak tampak keindahan dari dalam dirinya. Tapi untuk apa orang-orang memetiknya lalu setelah itu ia terbang dibawa angin? Hingga menyisakan tangkai tanpa bunga, tanya lelaki itu. Dandelion bahkan tak akan mampu melawan angin yang tak pernah berhenti bertiup.
Kata perempuan itu, di sanalah letak keistimewaannya. Tempat pengharapan, cinta, kebahagiaan dan kesetiaan berada. Sebab, setelah diterjang angin, ia akan terbang ke tempat di mana ia akan tumbuh kembali. Setelah itu, ia akan mekar dan memancarkan bunganya yang berwarna putih. "Bila kau tak merawatnya dengan baik, bunga dandelion ini akan terbang mencari kehidupan baru," kata perempuan itu memberi nasihat. "Tapi yang jelas, sejauh apapun ia pergi, ia akan kembali ke tempat di mana ia berasal, salah satunya adalah kamu."
Musim telah berganti. Delonix regia tak lagi mekar. Dandelion itupun semakin terkikis habis karena lelaki itu sibuk memikirkan perempuan pemberi dandelion itu. Bukan pada dandelion yang diterimanya. Bukan pula pada angin yang siap meniupnya kapan saja. Dandelion itu telah habis dibawa angin. Terbang ke tempat peraduannya yang baru. Begitu juga dengan perempuan itu. Kini, hatinya tak lagi mekar. Sama seperti delonix regia yang bergantung pada kondisi di mana mereka harus berevolusi, ia kini telah beradaptasi. Pada hati yang baru. Tempat lain yang membuatnya nyaman. Sebab, tak ada badai di sana seperti yang ia temui pada lelaki itu.
Namun, badai tetaplah badai meski ia terlihat kecil. Karena toh ikan-ikan yang dihantarnya ke daratan ikut mati karena kekurangan air. Ia tak mungkin melawan arus, karena kendali utamanya ada di hatinya. Ke mana ia merasa tenang, di situlah rumah baginya. "Aku hanya memutuskan hubungan, bukan memutuskan rasa," katanya. Kata-kata itulah yang kemudian menguatkan lelaki penjaga dandelion itu. Sebab, semangatnya ada di sana. Dalam hati perempuan itu, yang dibawanya bersama cintanya yang tulus. Pada akhirnya, gadis itu berujar, "mari sama-sama memerdekakan diri."
*
Ah, sial. Harusnya ini kisah tentang Delonix Regia dan Dandelion. Tapi jadi melebar. Kopi sialan ini membuat mata jadi melek. Tangan jadi suka menari di atas keyboard HP. Imajinasi makin banyak. Tapi beban hidup masih sama😂
Comments
Post a Comment