Tattoo-nya Orang Sumba

Ini Tante saya, Ngana Ana Djawa, adiknya bapak. Pagi ini, ia datang di rumah untuk mengambil uang kiriman dari Bali. Setelah dapat, ia lalu memberinya pada bapak 50ribu. Lalu mengumpan, "jhakai tarima ngganji nyimmi, wangpa ndaku rasa aha."¹ Setelah berkata demikian, ia ketawa. Bapa juga ketawa. Mama yang mendengarnya juga ketawa. Demikian juga saya.

Setelah Tante selesaikan urusannya dengan bapak, saya lalu memanggilnya duduk. "Mamu, yohu kadhi ku-potu kau."² Sambil memotretnya, saya bertanya, "ndaungu pirra u dhedhi, mamu?"³

"Eeee ndaku pi anya pa."⁴

"Ka na-tamu malaimu nggarra ya?"⁵

Tante menyebutkan nama lengkapnya. Persis seperti yang saya catat di aplikasi pencatatan keluarga untuk men-track data keluarga dari garis keturunannya bapak dan juga mama.

Sambil berbincang-bincang, saya melihat tatto di lengan Tante. "Malla pa nammu ta ita ha dha katattu-mu, mamu,"⁶ pinta saya. Tante lalu menunjukkan satu per satu. 

"Naina nggarra ya? Kurrang ya?"⁷

"A'a. Kurrang ya. Kurrang mbiu"⁸

"Ka nggiki na hi katattu wangu kurrang?"⁹

"Ka bha ngangu mannu ya kurrang dhu ni."¹⁰

"Napa hi bhana manandangu hammu ahi wanggu."¹¹

"Eeeei pinya pa ahi. Na manandangu makka unna."¹²

Kurrangu Mbiu atau udang besar, maupun Ana Kurrang atau udang kecil, dalam Kepercayaan Marapu adalah simbol kehidupan setelah kematian atau reinkarnasi. Menurut kepercayaan Marapu, setelah kematian ada kehidupan. Marapu percaya bahwa, keselamatan yang diperoleh setelah kematian merupakan persatuan kehidupan bersama para leluhur serta keluarga yang telah meninggal. 

Semua makhluk hidup dipercaya memiliki ndiawa atau roh/jiwa. Setelah seseorang meninggal, tubuhnya memang binasa tetapi ndiwa-nya tetap hidup. Ndiawa tersebut akan pergi ke Parai Marapu, yaitu surga Marapu, tempat para leluhur dan keluarga yang telah meninggal bersemayam. Untuk mencapai Parai Marapu, dalam kepercayaan Marapu, setiap orang akan selamat ketika seseorang dalam masa hidupnya selalu mentaati semua peraturan yang telah ditetapkan oleh leluhur.

Saya lalu melihat tatto yang lainnya. "Naina nggarra ya?"¹³

"Kabhiabhaku ya."¹⁴


Saya lalu tertarik pada gambar satunya lagi, sebuah gambar yang mirip kuda. "Naina njara ya?"¹⁵

"Ndi'a. Bhe anamahangu ya."¹⁶

Kali ini, gambar yang saya tunjuk adalah Mahang Katiku Njara, sebuah lambang kekuasaan yang sering ditemukan pada motif tenun ikat Sumba Timur yang berbentuk Singa Berkepala Kuda (Mahang Katiku Njara). Meski di Sumba tidak ada singa, tapi kau kan temukan motif ini karena Mahang Katiku Njara adalah makhluk fantasi yang dipengaruhi oleh gaya Renaisans di Eropa dari zaman Raja Henry III pada pertengahan abad XVI, yang masuk ke Indonesia melalui budaya Hindu. Sumba juga termasuk, bukan?

"Nggiki na hi mbuhang pa-katattu amangu?"¹⁷

"Saya senang saja. Ikut-ikutan yang tatto, kata Tante menjelaskan," jawab Tante memberi penjelasan singkat. "Yang men-tatto saya dulu adalah Ama Hapu di Karipi atau yang biasa disebut amanai Martha."

Ya, di balik cerita pilu tentang tatto pada masa penjajahan Jepang dulu, kini tatto adalah salah satu bentuk seni tradisional yang masih dilestarikan oleh masyarakat Sumba, khususnya di Sumba Timur. Saya sendiri sudah jarang bahkan tidak melihatnya lagi. Barangkali, ini telah berakhir di angkatan Tante saya. Tattoo memiliki makna simbolis dan filosofis yang berkaitan dengan identitas, status, dan kepercayaan. Tattoo juga merupakan cara untuk menghormati leluhur dan menjaga warisan budaya. Namun, di masa kini, tatto juga diidentikkan dengan kejahatan, narkoba dan lain sebagainya oleh orang-orang yang tidak tahu bahwa tatto adalah seni. 
.
.
Keterangan;

1. kalau kalian dapat gaji, saya tidak pernah merasakannya.
2. Tante, sini dulu saya foto.
3. Tahun berapa lahir, Tante?
4. E, saya tidak tahu lagi.
5. Terus, nama lengkapmu apa?
6. Mana dulu saya lihat tattomu, Tante.
7. Ini apa? Udang?
8. Iya, itu udang. Udang besar
9. Kenapa tatto dengan gambar udang?
10. Karena sering makan udang toh.
11. Kirain karena seninya.
12. Tidak tau lagi. Ada unsur seninya juga toh.
13. Ini apa?
14. Itu kupu-kupu.
15. Ini kuda kah?
16. Tidak, itu Anamahangu.
17. Kenapa dulu suka tatto?

Comments

Popular posts from this blog

Buah Nahu, tapi Bukan Buah Sekarang

Menggali Akar Kekerasan Seksual di Waingapu: Normalisasi Konten Seksis di Media Sosial sebagai Pemicu yang Terabaikan?

NATAL TANPAMU (MAMA PAPA)