Mengapa Harus Kartini yang Dijadikan Hari Kartini?



Dari sekian banyak pahlawan perempuan di republik ini, mengapa cuma Kartini yang dijadikan Hari Kartini?

Bisa jadi, jawabannya adalah karena sosok Kartini, yang kita rayakan secara simbolis dengan status-status di media sosial itu disukai oleh kalangan penjajah kolonial Belanda. Berangkat dari hal itu, Kartini dijadikan contoh bagi perempuan pribumi agar pemikiran mereka menjadi sekuler sehingga sejalan dengan penjajah Belanda.

Selain itu, sosok Kartini juga sangat dekat dengan kekuasaan. Katakanlah demikian, sebab, Menteri Kebudayaan, Agama dan Industri pemerintah kolonial Hindia Belanda yang sangat berpengaruh dalam menerapkan Politik Etis Belanda saat itu adalah sahabatnya. Dari persahabatan inilah Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang (1911) yang adalah surat-surat (baca: diary?) Kartini, kemudian dikumpulkan, diedit lalu diterbitkan oleh Menteri Kebudayaan, Agama dan Industri pemerintah kolonial Hindia Belanda, J.H. Abendanon.

Surat-surat pribadi seorang perempuan yang tertekan oleh budaya patriarki Jawa akut yang berisi keluhan-keluhan, mimpi dan harapan, lalu mendapat kesempatan untuk dijadikan sebagai buku, tentu, dengan kekuatan privilage, karena berteman dengan orang berpengaruh itu, kemudian dirayakan sebagai hari istimewa.

Siapa saja, seperti halnya Kartini yang berteman baik dengan orang berpengaruh, konsekuensi logisnya adalah namanya ikut berpengaruh. Apalagi, surat-surat pribadinya tentang budaya patriarki Jawa di mana berisi keluhan-keluhannya difasilitasi oleh J.H. Abendanon untuk menjadi sebuah buku. Jadi, penerbitan "surat-surat" tersebut merupakan sebuah proyek kolonial untuk melegitimasi penjajahan Belanda.

Tanpa usaha J.H. Abendanon, istri ke-3 Bupati Rembang itu hanya akan tercatat secara rahasia sebagai seorang pengeluh dalam surat-surat pribadinya, seperti layaknya kita yang menulis keluhan dalam buku-buku harian, yang kini berpindah pada dinding-dinding media sosial. Sementara banyak perempuan Indonesia lain yang betul-betul berjuang, tidak saja untuk perempuan Indonesia, tapi juga untuk Indonesia, yang telah dihargai seharga mati. Contoh? Googling sendiri!

Ironisnya, penokohan dari penjajah kolonial itu justru diwarisi oleh pemerintah nasional karena sama-sama bertujuan untuk menjadikan para perempuan Indonesia memiliki pemikiran sekuler seperti Kartini. Sebab, Kartini dianggap, dinilai ataupun dijadikan pahlawan emansipasi wanita, karena keberaniannya melawan tradisi patriarki. Sambil menyelam, minum air-lah 😅

Akhir kata, selamat Hari Raya Kartini, bagi yang merayakan 🙏😌
.
📷: Habis berbunga, matilah sudah.

Comments

Popular posts from this blog

Buah Nahu, tapi Bukan Buah Sekarang

Menggali Akar Kekerasan Seksual di Waingapu: Normalisasi Konten Seksis di Media Sosial sebagai Pemicu yang Terabaikan?

NATAL TANPAMU (MAMA PAPA)