Tenun Ikat Sumba, Bangga Dikenakan Selebritis, Tapi Harganya Jauh dari Rasa Bangga
Beberapa hari terakhir, friend list saya di aplikasi milik Mark Zuckerberg ini, ramai membagikan potret selebritis/komedian yang datang ke Sumba. Dari hasil toka-toka saya, ada rasa bangga tersendiri bila melihat 'orang luar' Sumba yang mengenakan pakaian adat Sumba.
Pertama, bisa jadi karena yang mengenakan pakaian adat itu adalah figur publik yang dikenal luas. Maka, ketika ia mengenakan produk lokal, yakni pakaian adat Sumba, pakaian adat Sumba akan makin banyak dikenal oleh masyarakat luas. Ya, mirip-miriplah seperti yang dilakukan oleh presiden Jokowi menjelang atau saat Hari Kemerdekaan yang mengenakan pakaian adat TTS, dimana di tempat yang sama, Pubabu, masyarakat adatnya dikriminalisasi. Tapi yang ini tidak o.
Kedua, sama seperti alasan pertama, ketika figur publik mengenakan pakaian adat Sumba, maka ia mau tidak mau akan mempengaruhi orang lain untuk mengenakan pakaian serupa. Impact-nya adalah produk-produk tenun ikat Sumba menjadi laris. Khusus yang ini, sangat membantu sekali bagi para pengrajin tenun. Ya, walaupun yang besar kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang lebih itu adalah 'pengusaha' UMKM kain tenun ikat Sumba yang ada di perkotaan.
Oh iya, ngomongin pengrajin tenun ikat Sumba, semalam saya baru saja tidak sengaja mendengar pembicaraan mama dengan seorang pengrajin tenun yang jauh dari jangkauan selebriti-selebriti yang kita banggai mengenakan pakaian adat Sumba.
"Jhaka ndaku tinung, ndaku ngangu apa unna," katanya. Secara harfiah, artinya, kalau saya tidak menenun, maka saya tidak makan lagi. Kata-kata ini ia lontarkan sepulang dari jual kain tenun ikat Sumba yang kita bangga-banggakan itu ketika dikenakan oleh para selebritis yang berlibur ke Sumba. Bagaimana mana tidak, kain yang ia bawa untuk dijual ke 'pengusaha' kain, hanya dinilai seharga Rp. 500.000, 00. Sungguh, harga itu sangat jauh bila dibandingkan dengan kerja-kerja yang dilakukan untuk menghasilkan kain itu.
Namun, jawaban "malla bhaka unna," sebuah ungkapan pasrah yang terdengar ketika saya tanya kenapa dijual saja kalau harganya seperti itu. Dan, ya, begitulah adanya. Kalau tidak menenun (dan menjual hasil tenunan itu), para penenun tidak akan makan.
Suka atau tidak, para pengrajin tenun kita masih jauh dari rasa bangga kita ketika melihat selebritis mengenakan pakaian adat Sumba. Suka atau tidak, kenyataannya, mereka menjual dengan harga murah, untuk kemudian dijual lagi oleh para 'pengusaha' dengan harga yang fantastis untuk menyenangkan mata kita ketika dikenakan oleh para selebritis.
Ketiga, saya kembali lagi pada jawaban sebelum jawaban pertama. Ada rasa bangga tersendiri dari kita orang Sumba ketika orang luar, apalagi selebritis yang mengenakan pakaian adat kita. Khusus yang ini, tingkat kebanggaan kita bisa berbeda-beda pada setiap orangnya. Contohnya seperti tulisan ini. Kau mungkin tidak akan menemukan perasaan bangga di sini.
Sudah. Itu saja dulu e. Nanti kapan-kapan baru lanjut dengan postingan yang lain.
Comments
Post a Comment