Posts

Showing posts from 2021

Delonix Regia dan Lelaki Pemilik Dandelion

Image
Suatu hari di belahan utara bumi, saat itu, awal bulan penghujung musim gugur di mana delonix regia bermekaran, seekor kupu-kupu menghinggapi dahan pohon berdaun majemuk dan rapat itu. Ia terlihat gusar. Mungkin sedang lelah, tapi ia tetap menari di atas sana. Mencari kepala putik delonix regia yang bermekaran itu. Dari dahan satu ke dahan yang lainnya, ia hinggapi. Famili fabaceae itu tak marah padanya. Malah, sebaliknya, ia turut senang sebab kupu-kupu itu membantunya dengan cara menjatuhkan serbuk sari ke kepala putik agar proses pembuahannya dapat terjadi.  Sementara itu, di bawah pohon yang rimbun dan rindang itu, seorang perempuan sedang berteduh di bawahnya. Ia terus mengamati kupu-kupu yang cantik itu hinggap pada mahkota delonix regia untuk menghisap sari madunya. Kupu-kupu itu begitu bahagia mendapatkan sari madu delonix regia. Tanpa sadar, ia menjatuhkan serbuk sari yang menempel di kakinya. Perempuan yang sedari tadi mengamatinya itu tersenyum. Sesuatu telah...

Ulang Tahun, Foto Profil dan Kebiasaan Saya

Image
Pukul 06.05 pagi tadi, adik saya, @ Semi Hunga mengirimkan pesan WhatsApp ucapan selamat ulang tahun. 3 detik kemudian, pesan ucapan ulang tahun satu lagi masuk. Kali ini pesan itu dikirimkannya di group WhatsApp keluarga. "Apa kirim ucapan group, supaya apa?" tanya saya.  Rasanya, saya penasaran sekali akan jawaban yang diberikan adik saya. Karena itu, agar ia membalasnya dengan cepat, saya kirimkan lagi emoji marah sebanyak tiga kali. "Supaya mereka memberikan ucapan," balasnya. Mereka yang dimaksud adalah orang-orang yang tergabung dalam group itu, yakni group keluarga. Saya tidak puas dengan jawaban adik saya. Sebab, bagi saya, memberi ucapan (entah apapun itu) agar diikuti oleh orang lain, rasanya tidak begitu penting dibandingkan dengan ucapan langsung, misalnya dengan memberi pesan singkat yang hanya saya, pemberi ucapan dan Tuhan yang tahu. Pada detik ke sebelas, saya membalasnya lagi, "tidak hapus? Saya blokir," begitu ancaman saya ...

Sebab 'hidup bersama' Sudah Terlalu Mainstream.

Image
Aku baru saja terbangun dari tidur, saat sesuatu menyelinap masuk ke dalam pikiranku. Masuknya bukan melalui kepala, bukan juga melalui lubang hidungku. Apalagi melalui mulut. Entah dari mana sesuatu ini datang, yang jelas, seseorang telah mengirimkannya untukku.  Aku ingat jelas malam itu, ketika segala sesuatu yang pernah tersimpan dalam pikiranku, perlahan pecah, hancur dan hilang satu persatu. Bahkan, hilangnya tak menyisakan apa-apa lagi. Semuanya seakan lenyap bagai ditelan bumi. Puncaknya terjadi pada moment pergantian tahun baru. "Seseorang telah menggantikannya dengan sesuatu yang baru," gumamku. "Sesuatu yang begitu kuat, hingga dengan mudahnya ia gantikan yang pernah coba kusimpan." Sesuatu yang baru itu memang begitu kuat. Ia mampu menghapus segala memory dalam ingatanku. Lalu, tumbuh. Ia tak bernyawa, tapi hidup. Hidup seakan mati. Ia tak berbentuk, tapi berwarna. Warnanya hijau, juga sedikit hitam. Terkadang, hitamnya lebih kuat daripada hi...

Warisan Terbaik adalah Kenangan

Image
Kita berdua pernah sepakat, bukan? Bahwa kau jadi Bandara dan aku jadi pelabuhan yang sama-sama menolak untuk patuh pada takdir: tempat persinggahan sementara. Iya, waktu itu kita sama-sama dilanda asmara. Kau dengan rasamu padaku dan aku dengan rasaku padamu. Indah. Kita berdua pernah berjanji, bukan? Jika Semesta berkehendak, kita kan abadi meski orang-orang terus meragukan. Bahkan, takdir turut berkontribusi membantu mereka merenggangkan kita. Toh, nyatanya kita berhasil mengalahkan takdir. Dengan tertatih, terluka, berdarah, hampir mati.  Kita berdua pernah bersama, bukan? Merangkai mimpi, merawatnya, membesarkannya, hingga ia tumbuh begitu bahagia, juga angkuh. Hanya inginkan tuannya bahagia. Saking bahagianya, kita sampai lupa, bahwa kita adalah tumpukan patah yang terus tumbuh bersama. Aku dengan patahku yang berusaha kusembuhkan dan kau dengan patahmu yang selalu kau nikmati.  Kita berdua pernah saling memiliki, bukan? Menikmati malam bersama, pagi yang ind...

Mahasiswa, Sampah! dan Kebijakan Pemerintah

Image
Rima Melani Bilaut mengomentari story WhatsApp saya siang tadi. "Jangan terlalu salahkan orang yang buang sampah sembarangan," katanya. Satu menit kemudian, saya membalasnya. Iya, satu menit. Waktu yang sangat singkat untuk proses berpikir yang cepat. Apalagi, yang mengomentari story saya adalah seorang Rima. "Mau salahkan yang jual sebenarnya, tapi dorang suh bayar uang sewa kantin," balas saya beralibi. "Bukan salah yang jual juga," katanya menghardik alibi saya. "Orang cuman cari hidup dari sana." "Salah produsen?" Sementara bertanya demikian, jempol saya menari mencari tombol hapus untuk menghilangkan jejak story yang saya tulis tadi agar tidak dibaca orang lain. Namun, apa daya. Sudah lebih dari 20 orang membacanya meski sudah saya hapus.  "Kita terlalu sering berdiskusi tentang sampah hingga lupa membuang sampah pada tempatnya," demikian alasan yang sering saya gunakan bila ada diskusi tentang sampah dan hasi...

Luka itu Sirna di Makam Mahaguru Puisi

Image
Saya mengenal 'Hujan Bulan Juni' dari Sapardi Djoko Damono. Sosok yang tidak pernah saya jumpai, bahkan dalam rupa buku. Saya mengenal 'Hujan Bulan Juni' lewat status-status yang berkeliaran di beranda Facebook, di story WhatsApp, di feed Instagram dan lewat utas pada Twitter. Sesekali, saya memastikan, bahwa 'Hujan Bulan Juni' itu memang milik Opa Sapardi melalui penelusuran Google. Singkatnya, saya mengagumi Opa Sapardi melalui puisinya.  Namun, tulisan ini bukan tentang beliau. Tulisan singkat ini, adalah kisah (mungkin refreksi pribadi) yang coba saya bagikan. Semoga ada yang baca😁 Sabtu, 3 April 2021. Saya baru saja bangun pagi saat teman saya mengirimkan pesan singkat yang diteruskan melalui pesan WhatsApp.  "Sudah lingsir," katanya. "Jumat Agung beliau puasa 3 hari, dan langsung drop, 2 hari lalu sempat nelpon, tanyakan kartu bpjs (padahal kartunya sudah dibawa). RIP: Umbu Wulang Rambu Paranggi." Mata saya belum benar-bena...

Sebab Cantik Itu Luka dan Luka-luka yang Lupa | Anggap saja Review Buku

Image
Mohon maaf, yang difoto tidak cantik Saya telah membaca buku ini hingga halaman 301. Kemudian, seseorang meminta saya untuk membuat review buku ini. Tentu saja setelah saya memberitahunya terlebih dahulu, bahwa saya sedang membaca buku Cantik Itu Luka. "Mantap. Setelah itu, kalau bisa dibuatkan reviewnya," katanya yang lantas tidak mampu saya tolak. Selain karena ini adalah sebuah tantangan, membaca buku ini di tengah semangat yang naik turun adalah pekerjaan yang cukup berat. Di tambah, waktu kuliah dulu, pekerjaan review buku tidak pernah membuat saya sesemangat ini. Sebab, seingat saya, tidak ada dosen yang memberikan tugas review buku. Berangkat dari alasan tersebut di atas, maka saya tidak tahu harus menulis apa tentang buku ini. Sebab, ketika saya membaca judulnya, saya telah mencoba menerka, bahwa isi dalam buku ini adalah tentang "cantik" dalam segi fisik. Namun, dugaan saya salah. Saya tidak tahu, bahwa "cantik" di sini adalah seorang ...

Mimpi yang Pernah

Image
Saya pernah bermimpi. Beberapa kali, beberapa hari. Berkali-kali. Mimpi yang sama, untuk orang yang sama.  Saya pernah bertemu. Di dunia nyata. Dalam waktu yang berbeda. Dua orang berbeda, bertemu pada kesempatan yang berbeda. Mimpi yang kemarin dan yang kemarin dan kemarin, telah dibayar lunas hari ini. Malam ini.  Ia kembali. Semoga ia tak kembali. Dalam mimpi. Tapi di dunia nyata. Yang nyatanya, ia belum kembali. Semoga. Terima kasih mimpi. Terima kasih nyata. Keduanya telah memberi detak pada nadi. Dan hati.  . . 📷: Pinggir Jalan Raya Sesetan, beberapa bulan setelah kita pernah di sana. Setelah mimpi, setelah nyata. . . Denpasar, 30 Mei 2021. Saat bertemu mimpi dalam kesempatan yang sengaja diatur.

Guoblok!!!

Mengapa seseorang tidak bisa berhenti merokok? "Adiktif." Mengapa seseorang tidak bisa berhenti minum kopi? "Adiktif." Mengapa saya tidak berhenti bermain media sosial padahal berkali-kali membuat janji untuk diri sendiri? "Adiktif." "Tidak! Itu bukan adiktif pada media sosial. Tapi pada seseorang." "Siapa? Bisakah ini sembuh?" "Seseorang yang membuatmu candu. Suatu saat, kau akan sembuh. Karena bila kau tak gila, kau akan candu." "Benar kata Karl Marx, cinta adalah candu." "Itu agama, guoblok!!!!" . . . Tambahan: "Dia yang tidak bisa kontrol diri baru cari kambing hitam," demikian komen seseorang menebak isi percakapan tak berguna itu. Sialnya, tebakan itu benar. . . . Denpasar, 04 Juni 2021. Ditulis atas nama candu yang merindu.

Catatan Seorang Buaya

Image
Buaya. Seekor reptil bertubuh besar yang hidup di air. Iya, hidup di air. Hanya hidup di air. Bilamana anda temukan buaya hidup di darat, itu namanya buaya darat.  Dulu. Dulu sekali buaya adalah hewan karnivora atau pemakan daging. Namun, sejak buaya naik ke darat dan berubah menjadi buaya darat, dikisahkan bahwa buaya tak lagi makan daging. Buaya-buaya masa kini telah merevolusi makanannya dari daging menjadi hati. Bila hatimu batu, anda tidak termasuk makanan buaya.  Orang-orang dulu mengatakan bahwa buaya ini berasal dari penyebutan orang Yunani ketika menyaksikan reptil yang kini melekat pada diri laki-laki itu di Sungai Nil. Kemudian menamakannya krokodilos yang secara harafiah, kroko, berarti ‘batu kerikil’, dan deilos yang berarti ‘cacing’ atau ‘orang’. Entah kenapa orang-orang dulu suka sekali memberi nama yang tidak masuk di akal orang-orang masa kini. Mungkin karena bila melihat buaya darat, mereka pantas dilempar dengan batu.  Namun, di luar dari te...

Mencumbu Aroma Kopi di Bibirmu

Image
Setelah Semesta menyakinkanku bahwa kau baik-baik saja, akhirnya aku bisa menjawab pertanyaan darimu. "Kau mau tulis apa tentang hari ini?" Aku bahkan tak tahu harus memulainya dari mana. Namun, keinginanku untuk mengabadikan senyummu dalam bingkai kata sudah kupikirkan sejak semula. Sejak beberapa gagal yang pernah ada, sejak tulisan-tulisan yang tak pernah kuselesaikan itu memanggilku lagi untuk menyebut namamu di dalamnya. Dan sejak kau akhirnya menepati kata-kata yang kau sebut itu sebagai janji. Aku ingin menuliskanmu di sini, di lubuk hati yang paling dalam, tempat di mana aku dicampakkan berulang-ulang. Di sana, namamu telah ada sebelumnya sebagai sosok yang dikagumi berkat isi pikiranmu yang menamparku tanpa sengaja. Lalu kemudian kubiarkan kau menjadi angan yang tak pernah terwujud.  Namun, tiba-tiba semuanya berubah. Kau berubah, aku berubah. Kita mengupayakan takdir kita agar tak sejalan dengan pikiran mereka-mereka yang menentang. Kita menerjang badai ...

Mencintai dan Membebaskan; Refleksi Cinta di Hari Valentine

Image
Saat menyelesaikan tulisan ini 5 hari yang lalu, saya belum tahu bahwa umur Erich Fromm lebih tua 5 tahun dari Jean Paul Sartre. Karena itu, yang awalnya tulisan ini berjudul "Dari Om Erich Fromm Hingga Opa Jean Paul Sartre, Hanya Mau Bilang Selamat Valentine" saya ganti seperti yang terbaca saat ini.  "Makanya sebelum taruh orang pung nama dan pilih judul, riset dulu!" begitu kata-kata yang saya terima dari seseorang. Tentu, dari kata-kata itu, apa yang saya butuhkan telah ia berikan.  Tulisan ini berangkat dari sebuah ajakan pada awal Februari lalu, ketika melihat quote Nietzshce yang mengatakan cinta adalah strategi licik menjerat kebebasan orang lain. Merasa bahwa ada yang salah dalam diri saya ketika sudah m̶a̶s̶u̶k̶ ̶u̶n̶t̶u̶k̶ menjerat kebebasan orang lain, saya lantas mengiyakan saja ajakan untuk menulis edisi valentine ini.  Dan, well.... Lupakan intermezzo tanpa emosi itu. Bila tak sepakat, kita sepaket saja. Banyak yang beranggapan bahwa perka...

Akti(F)vis Selangkangan (02)

Image
                      Source: akurat.co Yah, ayah, mengapa mereka hanya diam? Apakah suaranya dibungkam ataukah amarahnya diredam? Tanya anak pada ayahnya dengan geram.  Tidak, nak. Kemudian jawab ayahnya yang ingin agar semangat anaknya tidak suram, apalagi padam. Ia tampak seperti menyimpan dendam, pada mereka yang disebut biadap paling kejam. Meski "mereka" melakukan itu dengan mata terpejam hingga menghabiskan waktu berjam-jam. Namun, ada seorang yang terluka paling parah menyebabkan lebam. Luka itu terbuat dari kagum yang kemudian menghujam. Ia pun terhukum dalam duka yang mendalam, atas dirinya yang telah hitam.  "Bukankah noda itu hitam?" Lalu mengapa mereka hanya diam, tak ingin mengakhiri? Tanya anak lagi. Apakah raga mereka yang tersisa telah mati? Ataukah mereka masih mengenang masa yang pernah mereka nikmati? Sekali lagi, tidak nak. Mereka tak bisa berbuat banyak. Meski mereka punya hak, tapi mereka...

Akti(F)vis Selangkangan

Image
Tulislah ini jika kelak kau merasa muak, bukan agar kau terlihat menarik. Apalagi membuat lawan jenismu tertarik. Kata ayah pada anak. Nak, kata ayah pada anak. Jika kelak kau temukan mereka sedang merangkak, jangan sekali-kali kau mengikuti perilaku mereka sambil bergerak membungkuk. Sekali lagi jangan pernah ikut bergerak jika mereka mengajakmu merangkak.  Nak, kata ayah lagi pada anak. Bekerjalah sesuai apa yang kau pikirkan, tanpa mencampur-aduk segala urusan hati yang telah terbentuk karena keseringan berembuk.  Nak, kau harus tahu banyak tentang yang cantik, yang menarik, juga yang bertanduk agar kau tak tertusuk atau dibentuk untuk menusuk idealismemu yang telah lama kau bentuk.  Kau lihat perempuan itu? Di sana, di seberang sana ia menyimpan dukanya dengan pilu. Habis sudah janji manis yang ia terima dulu, sebab cintanya yang tulus diberi kepada asu. Bukan aku.  Di sana, ia berteriak agar kaumnya tak mengikuti jejaknya, tapi apa yang ia terima? Julukan aktivi...